Data akan menjadi ancaman digital jika tida disikapi dengan bijak. Ancaman digital bukan hanya soal keamanan, bisa juga mengonsumsi terlalu banyak informasi. Ini bisa menyebabkan informasi menjadi halu, mengurangi fokus kita, dan ketergantungan berujung malas hingga depresi.
“Maka dari itu kita perlu punya filter sistem karena pada dasarnya setiap manusia mampu mengonsumsi hingga 70.000 informasi. Kalau yang dikonsumsi adalah informasi negatif, maka itu akan menjadi informasi sampah,” jelas Reza Haryo, Group CFO Floaton Bahari Indonesia, selaku pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/8/2021).
Reza menyampaikan, menjadi pintar di era digital semua perbaikan dimulai dari diri sendiri. Bermula dari bagaimana kita menciptakan sebuah mindset yang baik. Kemudian, kita belajar cara menjadikan mindset sebagai efektivitas otak kita. Kita semua memiliki peran untuk menciptakan peradaban masyarakat yang baik.
Dalam prosesnya terdiri atas pengumpulan data, pemrosesan data, pembersihan data, analisa informasi hingga menjadi sebuah wawasan. Proses ini dinamakan lingkaran ketidakterbatasan (infinity loop) karena akan selalu berulang ketika kita mendapat informasi baru.
Proses infinity loop yang disampaikan Reza terdiri dari 5 tahapan berikut:
- Pengumpulan data.
Data ini bisa dianalogikan sebagai sesuatu yang kita beli dari pasar. Data tersebut nantinya kita kelompokkan agar terstruktur. Misalnya, bahan apa untuk memasak, atau alat apa untuk membersihkan rumah, dan sebagainya. Setelahnya, kita bisa membuang barang-barang yang tidak perlu atau expired, begitu juga dengan data ada yang harus diprioritaskan dan dihilangkan jika tidak sesuai dengan nilai kita. Nilai ini bisa meliputi nilai agama, budaya, manfaat, dan patriotisme. Pada akhirnya, data yang kita miliki ialah data esensial atau penting untuk diproses lebih lanjut. - Pemrosesan Data.
Dalam memproses data, kita harus punya cara berpikir dengan peta pikir atau mind mapping. Ini bisa digambar atau ditulis bagaimana percabangan informasinya. Dengan melatih ini kita tidak perlu menulis dan data tersebut akan menjadi mind mapping dengan sendirinya di otak kita. Ada juga Feynman technique yang prosesnya dimulai dari menyepakati topik yang ingin dipelajari. Kemudian, jelaskan ke orang awam terkait. Ketiga, evaluasi kekurangannya. Lalu, saat pemahaman menjadi solid maka kita harus membuatnya lebih simpel. - Pembersihan Data.
Setelah memiliki data tersebut, untuk memvalidasi apa yang sedang dipelajari, carilah ahlinya. Data jadi lebih tersortir mana yang benar-benar valid dan tidak. Saat belajar ini kita memiliki 6 topi berpikir, yaitu topi informasi, produktif, alasan, emosi, kritis dan kontrol. Semuanya dikendalikan dari cara belajar kita. - Analisa Informasi.
Setelah segala sesuatunya telah didapatkan, maka kita harus memvalidasi dan menganalisis data dengan mempraktekkannya di lapangan. Apakah teori itu di lapangan benar atau tidak. - Wawasan.
Hasil akhirnya akan menjadi wawasan. Akan tetapi, wawasan ini bersifat berubah dan bertambah seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, wawasan harus selalu di-update. Area yang kita ketahui itu diibaratkan dalam sebuah lingkaran. Kemudian ada sesuatu yang sedikit kita ketahui hingga tidak tahu sama sekali.
“Kepekaan terhadap area itu lebih penting dari pada kita memaksakan untuk mengetahui segala hal. Jadi kita harus tau letak kelebihan dan kekurangan. Dengan itu kita jadi mampu berkolaborasi dengan orang lain,” tuturnya.
Harapannya kita bisa menciptakan lingkungan yang bermanfaat untuk segala macam stakeholders. Setiap orang memiliki nilai tambah terhadap lingkungan.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/8/2021) juga menghadirkan pembicara, Allana Abdullah (Serial Entrepreneur and Investor in Startup Industry), Rovien Aryunia (Mafindo, HR Head Seger Group), Theo Derick (CEO and Founder of Coffee Meets Stocks), dan Aflahandita sebagai Key Opinion Leader.