Berbicara mengenai etika digital kita juga kenal dengan istilah warga digital, sempat populer dikemukakan. Warga digital ialah mereka yang punya kesadaran untuk melek internet, pentingnya teknologi. Dari pemanfaatan teknologi itu, mereka bisa melihat peluang dan tantangannya.
Secanggih apapun dalam berdigital, kita tetap makhluk sosial yang dituntut memiliki etika. Bagaimana kewarganegaraan digital ini memiliki rasa tanggung jawab dengan menggunakan teknologinya? Di dalam media massa dikenal dengan post truth dan media sosial, post truth diawali landasan pemikiran dan dikenalkan di ranah politik.
Nissa Rengganis, dosen Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Cirebon menjelaskan, saat ada kontes politik, pemilihan parlemen. Fenomena post truth ini semakin marak dengan memainkan opini publik dan juga ada kecenderungan mendegradasi fakta dan data informasi yang sekarang kita kenal dengan istilah hoaks. Karena ada upaya post truth diartikan sebagai sebuah pembenaran bukan mencari kebenaran.
“Dalam perkembangananya post truth ini menjadi populer akhir-akhir ini, media sosial semakin marak, di mana pergeseran isitlah post truth yang tadinya ada di ranah politik dan sosial kemudian melibatkan media menjadi sebuah pembentuk opini. Dan kita tahu hari ini fakta-fakta bersaing dengan hoaks atau kebohongan yang tidak sedikit mempercayainya,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (18/8/2021).
Secara sederhana post truth ini, mencermati bagaimana media sosial sebagai penggali informasi yang cepat di tengah luas dan derasnya informasi yang ada di hadapan kita. Nissa menanyakan, apakah kita siap menerima itu dan bagaimana mengecek kebenaran dan keakuratannya tetapi sesungguhnya kita terombang-ambing.
“Bagaimana diri kita ini tidak kuat menjadi terombang-ambing di dunia digital. Bahkan ada penelitian yang ekstrim bagaimana media sosial ini sebagai senjata untuk memicu timbulnya konflik sebagai senjata mempengaruhi pikiran atau pilihan audiens atau pengguna media sosial. Media sosial itu yang banyak informasi tinggal bagaimana warga digital harus memiliki etika jadi satu sandaran keselamatan dari ancaman yang muncul,” ungkapnya.
Di dalam kajian sosiologi dikenal dengan istilah simulacra dimana media sosial atau era digital itu bukan cerminan dari realitas. Sejauh ini kita tahu dengan kata lain media sosial itu menjadi realitas diri bahkan lebih real dari apa yang kita kira.
Kalau dulu pengguna media sosial semakin terdegradasi dan tergantikan realitas, kita tidak bisa menolak dengan yang hadir di hadapan kita. Di dunia digital kita tidak lagi memiliki batasan jadi kita akan bersinnggungan dengan orang orang yang tidak tahu cara beretika yang sebenarnya, maka di ruang digital, etika digital ini menjadi penting
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (18/8/2021) juga menghadirkan pembicara Didno (Ketua RTIK Sukabumi), Ronal Tuhatu (Psikolog), Indriatno Banyumurti (ICT Watch), dan dr. Maichel Kainawa sebagai Key Opinion Leader.