Indonesia menempati posisi ke-8 dari total 64 negara dalam daftar subkategori negara paling ramah menurut survei Expat Insider 2019 menurut para wisatawan yang datang ke Indonesia. Bagi mereka Indonesia nyaman untuk dikunjungi salah satunya karena cara berkomunikasi warga Indonesia yang penuh kesopanan.
Dede Muhammad Multazam, peneliti PPIM UIN Jakarta menyatakan itulah yang kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Kita selalu menyapa siapapun yang lewat depan rumah kita, saling bertegur sapa, belum lagi sikap kepada yang lebih tua. Masyarakat Indonesia memang memiliki potensi selalu ramah karena didikan etika sedari kecil.
Namun keramahan masyarakat Indonesia yang kita dapat rasakan langsung ini juga dapat dibandingkan dengan ketika masyarakat Indonesia ada di dunia digital. Konon, warga Indonesia di dunia maya katanya berisik, sesuai juga survei yang mengatakan untukkesopanan di ruang digital Indonesia berada di urutan 29 dari 32 negara. Sangat ironi mengapa sangat bertolakbelakang dengan yang terjadi antara online dan offline.
“Ini menjadi refleksi kita semua bagaimana dua hal bisa sangat bertentangan padahal subjek yang melakukan sama. ada permasalahan di dunia maya, masyarakat merasa di dunia maya itu hidup yang bebas karena tidak bisa bertemu dengan orang lain. Justru dengan interaksi kita di dunia maya menjadi sangat luas interaksinya sehingga menjadi lebih berani untuk berkomentar, kata-kata tidak selayaknya untuk dikatakan,” ucap Dede saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (19/8/2021).
Sementara itu, ketidaksopanan itu menjadi bahaya laten perilaku berinteraksi dan kolaborasi di ruang digital. Perilaku negatif lainnya seperti hoaks, diskriminasi, doxing (penyebaran data pribadiorang lain tanpa izin), cyberbullying, penipuan, radikalisme, hate speech, pornografi, trolling (mengadu domba orang agar bertengkar), micro aggression (menghina seseorang dengan menggunakan etnik, ras atau agamanya) dan lainnya.
Dibutuhkan etika untuk berperilaku di ruang digital, Dede mengutip pengertian etika menurut Ki Hajar Dewantara, menurut Bapak Pendidikan ini etika ialah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan dalam kehidupan manusia terutama yangberkaitan dengan gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sehingga dapat mencapai tujuannya dalam bentuk perbuatan.
Maka, cara berinteraksi dengan baik di ruang digital tentunya harus bertanggungjawab konten yang sudah diunggah di dunia digital akan selalu ada meskipun kita sudah menghapusnya, maka harus paham risiko dan mau bertanggung jawab.
“Di dunia digital penuh dengan karya dalam bentuk apapun tulisan, foto, video, gambar, suara, lagu, puisi dan apapun itu kita harus menghargai karya orang lain minimal dengan tidak mencela karya dan tentunya tidak melakukan plagiasi dengan karya orang lain,” ujarnya.
Cara lain agar kita aman berinteraksi dan berkegiatan dengan menjaga privasi diri sendiri dan orang lain demi menjauhi kriminalitas juga di dunia maya. Selanjutnya, selalu mengedepankan pemikiran kritis, tidak mudah percaya, tidak mudah terprovokasi. Ketika menerima informasi yang belum jelas kebenarannya tidak menyebarkan, jangan sampai kita menyebarkan sesuatu yang bisa jadi hoaks.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar juga menghadirkan pembicara Santi Indra Astuti (Dosen Universitas Islam Bandung), Aidil Wicaksono (Podcaster, Digital Trainer), Lucia Palupi (Digital Konten Music Producer), dan Deyya Oktarissa sebagai Key Opinion Leader.