Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki setiap warga negara dan ini merupakan hak konstitusional yang dijamin negara. Hak konstitusional yang dijamin negara itu landasan hukumnya ada pada UUD 1945 Pasal 28E setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28F juga mengatur soal setiap orang berhak berkomunikasi, mencari, memperoleh, mengolah dan menyampaikan informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia.
Di dalam masyarakat, mengenal cara menyampaikan pendapat secara langsung misalnya dengan pidato, ceramah, dialog, diskusi, orasi atau demo. Cara tidak langsung yakni melalui media cetak di surat kabar atau majalah, media digital dan media sosial, website, Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube.
Ketua PW IPPNU Jawa Barat, Siti Latifah yang juga founder podcast Ruang Kolaborasi mengatakan, cara tidak langsung itu kini dilakukan secara tidak langsung karena teknologi, caranya yang sama namun medianya berbeda. Kita berdiskusi secara langsung di Instagram, ceramah atau pidato di YouTube.
Mengemukakan pendapat juga harus dilakukan dengan penuh etika dan tanggung jawab, maksudnya bertanggung jawab ialah memikirkan banyak faktor.
“Pikirkan apakah pendapat kita menyinggung orang lain, mengandung SARA, rasisme atau provokasi atau tidak. Itu harus kita pertimbangkan karena jika salah akan memicu hal kontra apalagi di media sosial, semua dapat tersebar dengan cepat,” ungkapnya di webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (23/8/2021).
Seringkali kita lupa bukan hanya kita saja yang memiliki kebebasan dalam berpendapat tetapi oranglain juga memiliki kebebasan yang sama. Makan, kebebasan kita jangan sampai mengganggu kebebasan orang lain. Misalnya, kita berteriak dengan kencang di ruang umum dengan dalih mengekspresikan diri tapi kita lupa ada kebebasan orang lain juga. Tetap harus ada etika ketika melakukan menyuarakan ekspresi kita.
Terlebih di era digital, sangat banyak tantangan dalam menyuarakan pendapat, karena tingginya pengguna media sosial di Indonesia ini dapat meningkatkan penyebaran hoaks, konten negatif, pesan provokatif dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik. Jika melihat dari ekologi media memandang teknologi dan media membentuk perasaan pikiran dan tindakan orang, melalui media sosial memberikan impact. Karena teknologi menorong orang untuk terus mengaktualisasikan diri. Aktualisasi diri itu pada masyarakat sekarang lebih efektif dengan media digital atau sosial.
Tantangan selanjutnya pola komunikasi di Indonesia, masyarakat dalam bermedia sosial yaitu 10 to 90 yaitu hanya 10% masyarakat yang memproduksi informasi sedangkan 90% cenderung mendistribusikannya.
“Maka diperlukan pemahaman pada masyarakat untuk mendistribusikan hanya konten positif, dibutuhkan ilmu literasi digital agar ruang digital ini tidak dipenuhi oleh konten negatif yang sensitif dapat memicu konflik,” tutupnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar juga menghadirkan pembicara Aaron Daniel (Kreator Konten Pendidikan), Gunawan Lamri (CEO PT. Kuliner Anak Indonesia), Acep Syaripudin (Kordinator Digital Literasi ICT Watch), dan Ibrahim hanif sebagai Key Opinion Leader.