Di era ini, informasi tersebar dengan mudah dengan jumlah yang tidak terhingga. Begitu pun dengan komunikasi, dilakukan secara dua arah.
“Dalam menerima informasi jadinya overload, kita sulit membedakan mana yang benar dan tidak benar,” ujar Dudi Rustandi, Dosen Prodi IKOM Telkom University, saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (24/8/2021).
Setiap orang saat ini juga bisa menguasai media sehingga bermunculan figur-figur baru yang dikatakan idola. Ini juga memunculkan kustomisasi khalayak yang spesifik. Akan tetapi, masih banyak juga pengguna yang belum bisa beradaptasi. Hal ini memunculkan dampak-dampak, yaitu ketidaksiapan untuk mendapatkan teman baru, gagap berkomunikasi, gagal memahami simbol komunikasi, sulit membedakan mana yang valid, dan banyak menggunakan persepsi dibandingkan berpikir.
Ia mengatakan, kita sudah terbiasa dengan toleransi antarbudaya dan agama. Tetapi ternyata ketika berhadapan dengan situasi toleransi sebenarnya di era digital masih banyak yang belum siap dengan itu.
“Dari sisi karaktertistik budaya digital, kita harus mempertanyakan sudah siapkah berjejaring dengan latar belakang yang berbeda?” ucapnya.
Karakteristik lainnya terletak pada informasi di era digital, kita sulit membedakan informasi yang dibutuhkan dan tidak. Misalnya, informasi tentang mitos Covid. Ia mengatakan, termasuk juga interface kita di dunia digital, dengan ini kita bisa memilih menampilkan diri kita sebagai siapa. Kemudian, ada jejak digital yang banyak orang tidak perhitungkan di media sosial atau media digital.
Dalam media digital, salah satu tuntutan utamanya ialah interaktif. Sering kali terlihat pada media sosial ada komentar tidak terbalas. Menurut Dudi, ini mencerminkan gagap komunikasi dan bermedia digital.
Di media digital selain orang bisa memilih menjadi apa dan siapa, kalau tidak hati-hati biasanya kita bisa terjebak dengan disinformasi karena tidak tepat dengan keterangan yang ada. Menurutnya, banyak orang yang sering bermain media digital tetapi jarang mengecek informasi yang mereka dapatkan. Terdapat juga post-truth di mana informasi dianggap benar padahal belum tentu benar.
Kebebasan menjadi budaya baru di dunia digital dan tidak bisa membedakan sesuatu yang etis dan tidak etis. Lalu terjadinya kustomisasi, karena banyak orang yang menginginkan sesuatu yang eksklusif.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (24/8/2021) juga menghadirkan pembicara Littani Wattimena (Brand & Communication Strategist), Steve Pattinama (Konten Kreator), Septiaji Eko Nugroho (Ketua Presidium Mafindo), dan Sari Hutagalung sebagai Key Opinion Leader.