ara orang tua di era digital memang harus bekerja keras dalam mengawasi putra putrinya yang kini lebih banyak menghabiskan waktu di dunia internet. Diena Haryana, pendiri Sejiwa, lembaga nonprofit yang bergerak di bidang pendidikan dan anak menjelaskan, banyak hal buruk yang mungkin saja terjadi pada anak-anak di dunia digital seperti cyber bullying, kekerasan dan eskploitasi seksual online, adiksi gawai, cybercrime dan penipuan di ranah daring.
Itu memang menjadi tantangan setiap pengguna internet namun tentu anak menjadi rentan karena belum dapat mengerti kondisi berbahaya. Peran orang dewasa di sekitarnya harusnya dapat membimbing dan mengawasi agar mereka terhindar dari dampak buruk internet. Namun seringnya para orang dewasa ini tidak mampu masuk dalam emosi anak, sehingga apa yang disampaikan tidak dimengerti anak.
Berbicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (26/8/2021), Diena mengatakan, ketika berhadapan dengan anak-anak jadilah orang dewasa yang FAB (Funky, Asyik dan Bergaul). Para orang tua, kakak, tante/om, guru FAB ini akan mampu dekat dengan anak serta teman-temannya. Harus mampu menjadi pendengar yang baik untuk mereka. Saat mereka bercerita, kita harus antusias mendengarkan dan merespon. Saat dekat dengan mereka buat suasana yang ramah,hangat dan penuh canda. Kalau sudah begitu akan bermain dengan lebih dekat, dapat membuat kesepakatan bersama.
“Dibutuhkan orang dewasa dengan gaya komunikasi asertif. Asertif bukan pasif. Pasif itu memberikan apa yang semua mereka inginkan tanpa orang dewasa kendalikan. Dan bukan juga agresif yang terlalu banyak melarang dan memarahi atas apapun tindakan anak, selalu menyindir mengkritik tajam. Perlakuan itu tidak disukai anak, anak butuh asertif yang ada ketegasan di dalamnya dibalut kesantunan, kasih sayang, perhatian, koneksi dengan anak juga selalu mencari jalan terbaik untuk mereka, memberi arahan yang jelas dan menemani,” ungkap anggota Dewan Pengawas Siberkreasi ini.
Orang dewasa untuk memiliki gaya komunikasi asertif ini memang tidak mudah, butuh banyak belajar bagaimana mengelola emosi. Diena menjabarkan seperti apa gaya komunikasi asertif ini. Meskipun terdengar keras dengan suara meninggi, usahakan tetap menggunakan bahasa yang baik bukan sumpah serapah atau kata-kata negatif.
Ingat anak adalah peniru yang baik jangan sampai mereka tahu kata-kata yang tidak pantas lalu dilakukan kepada temannya hasil mencontoh orang-orang dewasa di sekitarnya. Sebenarnya juga tidak perlu emosional karena pesan yang akan disampaikan tidak akan mereka mengerti.
“Tetap menghargai anak dengan berempati bertanya apa perasaan mereka hari ini. Mendengarkan segala keluh kesahnya, bisa jadi mereka sedang kesulitan belajar,” ungkapnya.
Belajar berdiskusi dengan mereka mengenai sesuatu, permasalahan mereka dan diskusikan juga soal jalan keluar yang dapat diambil dengan segala risikonya. Latih anak untuk dapat menyelesaikan masalahnya agar critical thinking mereka pun terasah bagaimana mereka kritis menanggapi segala sesuatu. Jangan lupa untuk selalu memuji atas pencapaian yang mereka buat, bukan pujian yang berlebihan namun tepat sebagai apresiasi usaha mereka.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar juga menghadirkan pembicara Rendi Saiful Ajid (Relawan TIK Jawa Barat), Chairi Ibrahim (Konsultan Marketing Digital), Theo Derick (Praktisi Marketing Digital), dan Wafika Andira sebagai Key Opinion Leader.