Perkembangan teknologi digital berkembang sangat pesat. Ini tentunya akan memberikan banyak manfaat di segala bidang karena semakin interaktif. Akan tetapi, Tetty Kadi seorang penyanyi dan anggota DPR RI tahun 2009-2014 menyatakan, tidak semua perkembangan ini membawa dampak positif.
Dampak negatif tersebut antara lain, menurunnya interaksi langsung, meningkatkan kejahatan cyber, cyberbullying, cyber harassment, adanya konten negatif, tersebarnya hoaks, dan kecanduan yang menyebabkan menurunnya prestasi belajar atau kemampuan kerja.
Cyber harassment yang termasuk ke dalam pelecehan seksual bukanlah masalah baru dalam kehidupan. Dengan adanya perkembangan digital, pelecehan seksual pun juga bisa dilakukan secara online.
“Pelecehan seksual online sendiri diartikan sebagai perilaku seksual yang tidak diinginkan dalam platform digital apapun yang merugikan korban,” jelas Tetty kepada audiens webinar Gerakan Nasional Literasi Digital di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (26/8/2021).
Jenis pelecehan seksual secara daring terdiri atas pelecehan non fisik dan yang mengarah kepada kekerasan. Pada jenis pelecehan non fisik terdiri tiga pelecehan. Pertama, seksisme, yaitu diskriminasi atau merendahkan orang lain berdasarkan gender. Kedua, cyber harassment, yaitu pengiriman gangguan bernada kasar kepada korban dalam bentuk komentar tidak pantas atau sex texting. Ketiga, body shaming yaitu mengejek, menghina, dan memberikan standar fisik pada seseorang.
Sementara itu, pelecehan seksual yang mengarah kepada kekerasan terdiri atas cyber hacking, cyber recruitment, tracking, malicious distribution, revenge porn, cyber grooming, dan doxing. Dengan pelecehan jenis ini, pelaku kebanyakan memperdaya dan memanipulasi korban, hingga meggiring korban ke dalam situasi yang merugikan dan berbahaya.
Akibatnya, pelecehan seksual ini berdampak negatif bagi korban. Dampak tersebut di antaranya:
- Kerugian psikologis karena korban trauma dan merasa malu, cemas, serta takut.
- Keterasingan sosial dengan menarik diri dari kehidupan publik
- Kerugian ekonomi karena kondisi psikis dan fisik yang memburuk
- Mobilitas terbatas karena korban kehilangan kemampuan bergerak bebas dan berpartisipasi
- Sensor diri atau hilangnya kepercayaan diri terhadap keamanan digital
“Warga yang cerdas digital harus menguasai kecerdasan emosional bahwa harus memiliki empati secara digital. Dengan kecerdasan emosional seseorang mampu membangun kesadaran dan manajemen diri termasuk pada ruang digital,” tuturnya.
Dengan demikian, kita jadi bisa menciptakan ruang digital yang aman dari pelecehan seksual. Ia mengimbau untuk selalu berpikir, bijak, dan menjaga privasi kita serta orang lain di ruang digital.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (26/8/2021) juga menghadirkan pembicara Asep Suhendar (Relawan TIK, Content Creator), Indra Ilham Riadi (Group Commercial), Tetty Kadi (Artis/Penyanyi, Anggota DPR RI 2009-2014), Loina Lalolo Krina Perangin-angin (Dosen Prodi ilmu Komunikasi SGU), dan Gabriella Citra sebagai Key Opinion Leader.