Budaya digital sebuah konsep yang menggambarkan bagaimana manusia berinteraksi dengan teknologi dan internet. Namun seringnya budaya digital ini tidak mencerminkan atau tidak sesuai budaya yang selama ini kita anut atau kebiasaan yang dilakukan seperti saat berkumpul keluarga. Para anggota keluarga malah aktif dengan dunia digitalnya masing-masing. Artinya ini adalah budaya baru, padahal budaya lama tetap harus kita dilestarikan juga di ruang digital dan kehidupan nyata.
Budaya digital ini akan terbentuk, jika ada perangkatnya dan manusianya. Jadi walaupun banyak platform, tetapi tidak ada perangkat atau tidak ada manusia yang bisa mengoperasikannya, budaya digital tidak akan jalan.
Pakar IT Didin Miftahuddin, founder Gmath Indonesia menjelaskan, sebagai budaya baru ada 2 kelompok masyarakat yaitu digital immigrant dan digital native. Digital immigrant ialah orang yang lahir sebelum adanya teknologi digital, kelahiran tahun 1946-1960 atau kerap disebut baby boomers, teknologi digital di sini belum lahir.
“Beruntung yang sudah jadi masyarakat digital ketika baru lahir ada disebut dengan digital native untuk yang digital immigrant sebenarnya harus memahami hal-hal yang baru ini. Mereka harus explore, harus belajar karena kita sebagai tamu. Namanya imigran itu pendatang dan pendatang harus tahu budaya-budaya baru yang kita kunjungi. Misalnya kita pergi ke Bali bagaimana cara beretika di Bali. Artinya kita pergi ke dunia digital itu bagaimana kita beretika budaya digital. Untuk menumbuhkan perilaku dan budaya dalam transformasi digital itu ada namanya pola pikir tetap dan pola pikir tumbuh,” ungkapnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (30/8/2021).
Pola pikir tetap adalah segala sesuatu itu sudah pasti dan tidak bisa lagi diubah. Jadi dia sudah pasrah akan yang terjadi dalam dunia, di dalam teknologi ini dia tidak mau berubah. Ini sebenarnya pola pikir yang harus diubah paradigmanya untuk mempercepat transformasi digital ini harus berkembang terus.
Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk terus mengisi ruang digital dengan konten-konten positif maka dari itu kita harus memiliki pola pikir tumbuh. Bakat dasar ditambah dengan bakat bawaan kemudian lengkapi ilmu pengetahuan, inilah yang mempercepat transformasi digital. Sudah banyak aplikasinya namun masyarakatnya tidak mau berubah. Kita harus bisa tumbuh belajar hal baru, supaya kita bisa menjadi negara digital dalam keluarga dulu kita tumbuhkan budaya digital.
Bukan hanya para digital immigrant yang harus mengikuti para digital native, digital native juga harus bisa membawa sebuah nilai yaitu adalah nilai luhur Pancasila landasan kita ideologi. Kita sebagai warga negara Indonesia harus membawa semua ke dalam dunia digital misalnya Ketuhanan yang Maha Esa kita harus menghormati sesama pengguna internet.
“Jika kita lihat media sosial sekarang sangat seram sekali ujaran kebencian di mana-mana, padahal jika ada seseorang yang melemparkan sebuah kontroversi, jangan pernah dibalas karena dia juga nanti lama-lama akan lelah sendiri.Jangan pernah kita ikut berkomentar atau ditanggapi, diam itu adalah emas terkadang kita terpancing panas lalu ikut berdebat sengit hingga berakhir dengan perpecahan,” tuturnya.
Sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab kita harus beradab, bagaimana cara berucap salam di dunia digital. Para anak muda juga harus menghormati yang tua inilah budaya Pancasila. Yang tua juga menghargai adik-adiknya di bawah dan memberikan contoh baik.
Persatuan Indonesia kebhinekaan kita satu di antara banyak kebudayaan bagai bahkan kekayaan kita lebih jauh banyak bahasa kita banyak kita memiliki kemajemukan budaya. Lalu sila ke-4 beda politik itu biasa, gara-gara beda pandangan politik langsung perang di media sosial, saling menjelek-jelekkan, saling membela kelompok yang paling benar.
Dengan adanya digital ini supaya kita ini merasakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pemerintah sudah menyiapkan platformnya bahkan dengan literasi digitalnya secara gratis agar merasakan kemajuan-kemajuan yang dicapai Indonesia.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar juga menghadirkan pembicara Zacky Badrudin (Founder Visquares), Endang Swastuti (Dosen universitas 17 Agustus 1945 Semarang), Andi Astrid Kaulika (PT. Artha telekomindo), dan Diza Gondo sebagai Key Opinion Leader