Sebelum kita mulai membuat konten, tentukan tujuan menggunakan media. Apakah untuk edukasi? Apakah untuk kepentingan institusi? Apakah untuk sebuah personal branding atau citra diri? Bisa juga media sosial hanya sekadar berekspresi atau memang serius membangun sebuah bisnis.
Tujuannya harus jelas di awal untuk nanti konten dan bahasa yang kita gunakan jelas apa kegiatan dan tentu ada hubungannya dengan dampak dan beretika di dalam media sosial itu sendiri. Contohnya ketika Theo membangun akun coffestock. Tujuannya untuk edukasi maka, konten dan bahasa yang diturunkan itu harus mendukung.
“Tujuan saya mengedukasi orang apa yang dilakukan saya pertama selalu berusaha merangkul orang dalam bentuk konten dan kata-kata. Kata-kata seperti ‘mari teman-teman! ayo belajar sama-sama Kalau belum ngerti, nggak apa-apa, yuk! Belajar lagi berkembang sama-sama’. Edukasi saya harus merangkul sebanyak-banyaknya generasi muda Indonesia untuk belajar,” ungkap Theo Derick Praktisi Marketing Digital pemilik CoffeeStock dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat Jumat (3/9/2021).
Theo mengingatkan, jika ingin membuat konten yang mengedukasi orang, kita tidak boleh menghakimi atau menjauhi. Jadi kalau mereka sudah pernah rugi pernah salah pernah menyimpang dari cara yang seharusnya kita tidak boleh sama sekali memberikan judge.
Yang dilakukan di Coffeestock mengatakan, rugi tidak masalah pernah bangkrut bahkan dari investasi saham ayo belajar lagi bersama, mulai lagi. Jadi semua yang kita lakukan di media sosial konten dan bahasanya akan mendukung kita mencapai tujuan.
Dalam membuat konten harus sopan dan positif, kita memiliki ruang interaksi dari kecil diajarkan untuk sopan, kalau bertemu langsung harus sopan. Jadi sekarang bagaimana kita harus memposisikan diri seperti ketemu langsung. Masalah positif, ini menarik dari pengalaman Theo membangun akun Coffeestock jika ada komentar netizen yang negatif balas dengan positif.
“Apapun feedback yang diberikan orang ketika kita balas positif, habis mereka berhenti di situ ruangnya. Pernah kita nge-post konten edukasi investasi ada orang yang komentarnya nggak nyambung mencela dan kasar. Tapi saya lakukan dan tim konten saya pun selalu saya ajarkan, satu cara yang harus kita lawan adalah kita harus menjadi mesin konsistensitas mesin artinya apa tidak reaktif, nggak baper tapi output-nya konsisten,” jelas Theo.
Sehingga tidak ada drama dari banyak komentar negatif banyak tapi memang harus disiram dengan positif. Hal lain yang harus diperhatikan bahwa tingkat konsentrasi dalam penggunaan media sosial orang-orang rendah sekali terlebih hanya konten dan bahasa yang sepenggal-sepenggal. Maka penggunaan kata-kata itu harus sederhana dan mudah dipahami, semakin pendek semakin bagus semakin jelas semakin bagus supaya tidak multitafsir. Kemudian konten tidak menghakimi dan menjurus ke isu SARA.
Selanjutnya konten itu harus otentisitas dan apresiasi, memilih dan memaknai referensi bukan plagiasi biasa kita sebut ATM, Amati Tiru Modifikasi. Lihat yang bagus ambil ulang dengan apa yang kita punya menghasilkan sesuatu yang baru ditambahkan. Itu namanya inovasi dan setiap orang harus selalu berinovasi tapi bukan plagiasi. Bedanya kalau plagiasi kita ambil yang bagus kita pakai langsung tidak dicampur dulu nggak di-repacking dulu dengan apa yang kita punya jadi sesuatu yang baru, itulah etikanya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar juga menghadirkan pembicara Asep Suhendar (Relawan TIK Indonesia), Asep Kambali (Founder Historia Indonesia), Ismita Saputri (pengusaha, podcaster, dosen), dan Almira Vania sebagai Key Opinion Leader.