Netizen Indonesia kerap dicap sebagai masyarakat digital yang bebas tanpa ada aturan bahkan menurut Ridwan Rustandi, dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung ada ungkapan yang menyebut maha benar netizen dengan segala komentarnya. Netizen Indonesia seperti diberikan ruang virtual yang bebas kita gunakan untuk apapun, berekspresi tapi terkadang tidak ada batasan.
Maka inilah pentingnya literasi digital agar menjadi netizen yang berbudaya salah satunya dalam aspek kebangsaan yakni berdemokrasi. Ridwan mengatakan ada istilah yang disebut dengan cyber demokrasi yang menjadi salah satu cara komunikasi politik generasi milenial dan generasi zenial.
“Mereka memiliki aspirasi dibuat dengan cara petisi online, itu sesuatu yang sangat familiar akhir-akhir ini. Itu adalah bagian dari berekspresi generasi muda digital saat ini. Kalau dulu saluran politik harus melalui partai politik, Sekarang tidak seperti itu ada yang menyatakan apatisme generasi milenial itu sangat besar terhadap partai politik tapi ternyata aspirasi tetap disampaikan salah satunya lewat petisi online itu,” ungkap Ridwan saat webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Bandung Jawa Barat Selasa (7/9/2021).
Saat berdemokrasi, sebaiknya masyarakat harus kembali ke budaya lokal yang dapat kita terapkan atau adaptasikan dalam konteks kehidupan digital. Diseminasi budaya lewat ruang ruang virtual dapat dilakukuan seperti yang dilakukan generasi penerus Ki dalang Asep Sunandar Sunarya.
Kini generasi kedua dan ketiganya sudah mulai memanfaatkan kanal YouTube untuk mempopulerkan wayang. Bahkan, dalang Yoga Sunandar Sunarya ini juga sudah membuat pagelaran wayang golek virtual. Ada juga orkestra yang mulai membawakan lagu-lagu daerah seperti ‘Ampar-Ampar Pisang’, ‘Manuk Dadali’, dan sebagainya.
“Hal semacam ini yang penting dilakukan oleh generasi milenial yang intim dengan teknologi digital mereka dapat mempromosikan budayanya. Mereka harus bangga dengan budaya sendiri jangan hanya budaya orang lain yang dipopulerkan. Ini juga bagian dari merawat dan melestarikan kebudayaan bangsa,” ujarnya.
Ridwan pun mengeluarkan paribasa Sunda yang sangat filosofis dan cocok untuk dilakukan di era digital. ‘Jati kasilih ku junti’ artinya jangan sampai kita dikalahkan oleh orang lain, banyak orang bule yang kini senang memakai identitas budaya Indonesia. Ada yang pakai batik ikat, kebaya, baju adat bali dan lainnya.
Ridwan menegaskan, jangan sampai kita masuk kategori orang yang jati kasilih ku junti, orang lain bangga terhadap budaya kita. Peribahasa lainnya, ‘langkah adean ku kuda beureum’ yaitu bangga dengan produk orang lain dan lupa dengan produk kita sendiri. Sangat pas ditujukan untuk para netizen Indonesia yang masih jarang mempopulerkan kebudayaan di ruang digital.
Webinar juga menghadirkan pembicara Laura Ajawaila (Psikolog Klinis Dewasa), Arya Shani Pradana (Founder Tekape Workspace), Aidil Wicaksono (entrepreneur, podcaster), dan Clarissa Purba sebagai Key Opinion Leader.