Dalam kehidupan sehari-hari etika atau nilai sopan santun sangat dijunjung tinggi di Indonesia. Bahkan ketika masyarakat Indonesia masuk ke dalam dunia digital, etika digital ini menjadi sebuah yang selalu didengungkan untuk dilakukan para netizen Indonesia di ruang digital.
Menurut Herman Pasha, Senior Trainer Pengembangan Diri, manfaat jika kita selalu beretika dalam bersosialisasi, kita akan menjadi orang yang disenangi, disegani dan dihormati orang lain. Dengan itu kita juga jadi mudah untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain hasilnya adalah jejaring kita akan semakin luas karena diingat orang.
“Kita dapat memelihara suasana yang baik di berbagai lingkungan dan situasi yang dapat membuat orang senang melihat kita, membuat orang nyaman berada di samping kita dan berbicara dengan kita. Itu akan memberikan dampak positif kita mungkin akan direkomendasikan untuk pekerjaan atau berbagai hal sesuai dengan kemampuan kita,” ungkapnya saat webinar Gerakan Nasional Literasi Digital di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Selasa (7/9/2021).
Manfaat lainnya adalah kita bisa memberi keyakinan diri atau kita semakin percaya diri dalam berhadapan dengan berbagai lapisan masyarakat. Karena kita sudah dilatih bagaimana berkomunikasi berbagai macam orang. Termasuk saat keluar negeri bertemu dengan banyak suku bangsa negara lain kita bisa lebih percaya diri dan etika ini akan menjaga dan meningkatkan citra diri di mata masyarakat.
“Meskipun dari mulut ke mulut orang menceritakan kebaikan kita, citra diri kita yang positif pengembangan diri kita pun menjadi lebih luas,” tambahnya.
Etika juga hanya sikap, tapi juga topik atau bahasan yang kita bicarakan saat sedang bertemu dengan orang lain. Herman mengatakan, saat kita di ruang digital atau kita sedang berbicara dengan banyak orang cari topik yang positif, misalnya mengenai kebudayaan, sejarah, kuliner. Hal-hal yang aktual, tempat wisata, hobi kita atau lawan bicara kita, hal-hal yang lucu, pekerjaan, berbagi ilmu bermanfaat. Sebaiknya kita tidak membahas yang sifatnya sangat privacy atau ingin tahu urusan pribadi lawan bicara kita ataupun orang lain.
Tidak membicarakan orang lain, masalah pribadi orang lain, membicarakan pornografi, SARA atau melalukan pencemaran nama baik. Tidak juga kita terlalu serius menanggapi sesuatu hingga terkesan memprovokasi agar mereka mengikuti pendapat kita.
Herman mengingatkan, topik-topik ini menjadi penting saat kita berkomunikasi dengan orang lain. Jangan sampai salah memilih topik lalu orang lain menjadi salah persepsi mengenai kita dan akhirnya mereka tidak mau berkomunikasi, berhubungan atau berteman dengan kita.
Webinar juga menghadirkan pembicara Wijaya Kusuma (RTIK Kabupaten Subang), Mardiana RL (Vice Principal in Kinderhouse School), Diana Balienda (digital trainer dan pengusaha kuliner), dan Clarissa Darwin sebagai Key Opinion Leader.