Salah satu kelebihan generasi digital adalah kemampuan untuk kolaborasi karena memang tidak bisa dikerjakan sendiri. Harus ada bantuan dari teman-teman yang lain, sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah. Perusahaan besar seperti Gojek saja melakukan kolaborasi dengan Tokopedia. Jadi kalau kita ingin berbisnis khususnya di dunia digital, mengapa tidak untuk berkolaborasi dengan yang lain.
Tetapi jangan salah ketika kita ingin berkolaborasi yang paling penting adalah reputasi kita. Sebaiknya mencari tahu dulu siapa calon kolaborator yang tepat dengan kita.
“Siapa yang ingin berkolaborasi dengan kita, jika kita memiliki reputasi yang buruk khususnya di dunia digital, karena jika kita sudah memiliki reputasi yang buruk di dunia digital nanti orang beranggapan bahwa kita bisa merusak brand mereka,” ungkap Littani Watimena, Brand & Communication Strategist dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (10/9/2021).
Kini kita terbiasa hidup dengan reputasi, misalnya saat di marketplace ataupun di aplikasi layanan lain ada reputasi yang berbentuk rating atau kita sebut bintang. Pengemudi ojek online mengharapkan bintang tinggi, supaya dia dicap baik juga oleh konsumen selanjutnya.
“Pentingnya jaga etika dan reputasi itu karena kita adalah apa yang kita bagikan pada orang lain. Kalau kita ingin dianggap sebagai orang yang toleransi, ber-Bhinneka Tunggal Ika, penuh kasih sayang tapi postingan kita banyak ngomongin masalah SARA dan sebagainya yang tidak sama sekali mencerminkan sikap toleransi,” jelas Littani.
Dia menambahkan, jaga etika dan reputasi itu ibarat lebih baik mencegah daripada mengobati. Lebih baik berpikir dulu sebelum posting daripada klarifikasi setelah posting karena pasti itu sudah berbuntut masalah. Kita klarifikasi pasti karena ada orang yang tidak suka dengan postingan kita tidak setuju dan mungkin mengancam untuk melaporkan kita.
Membersihkan nama baik tidak segampang saat mengotorinya. Sulit membersihkan nama, membuat orang percaya lagi atau membuat dianggap layak untuk diajak Kerjasama. Jadi memang lebih baik kita mencegah hal-hal yang tidak diinginkan kita berpikir dulu sebelum kita posting daripada buru-buru lalu klarifikasi.
Kita juga harus menjaga reputasi kita agar tidak tercoreng, ini menyangkut masa depan. Misalnya kita ingin mendapat beasiswa melamar pekerjaan. Dunia digital kita itu selalu membayang-bayangi kita, yang dilihat bukan hanya sekadar lulusan sekolah mana atau universitas mana tapi seperti apa postingan kita dalam beberapa waktu lalu. Reputasi juga dapat membantu kita di masa mendatang, orang akan senang membantu kalau memang memiliki citra yang tercermin dari apa yang kita posting atau komentar di media sosial.
Webinar juga menghadirkan pembicara Ryzki Hawadi (CEO Attention Indonesia), Dian Nurawaliah Sonjaya (Founder Maleeha Skincare), Satria Andika Relawan (TIK Jawa Barat), dan dr. Maichel Kainawa sebagai Key Opinion Leader.