Tantangan besar era digital ialah banyaknya hoaks yang beredar di masyarakat. Maka, kecakapan digital para pengguna digital yang harus dimiliki ialah dapat menyadari jika informasi yang diterima ialah hoaks.
Membedakan ilmana yang yang sesuai fakta dan hanya hoaks juga paling berat misalnya seperti yang termasuk mal-informasi. Menurut, Eko Prasetyo, Co-Founder Syburst paling sulit memahami hoaks atau bukan karena informasinya memiliki sebagian benar realitas.
“Seperti hoaks yang pernah beredar yakni pemerintah melalalui dinas kesehatan akan mengganti biaya perawatan Covid-19 hanya melampirkan bukti perawatan dan mengisi formulir,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021).
Dia menambahkan, informasi itu memang hoaks walaupun ada sebagian yang benar yakni formulir yang bukan disampaikan ke dinas kesehatan tapi ke BPJS Kesehatan dan yang berhak ialah mereka yang sudah menjadi anggota BPJS. Informasi seperti itu, memang hanya kesalahpahaman dari yang menyebarkan. Masyarakat yang menerima informasi tersebut harus mengecek ke kedua instansi tersebut.
Pemerintah selalu berupaya agar masyarakat dapat menangkal hoaks. Tidak mempercayai dan jangan sampai menyebarkan. “Paling tidak masyarakat harus banyak mencari tahu menggenai informasi yang beredar di masyarakat jangan sampai mudah terpengaruh. Terpenting tidak membagikan apapun yang belum jelas kebenarannya,” ungkapnya.
Eko juga menyarankan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi. Dilihat dulu apakah masuk logika. Seperti ada yang membawa nama Menteri Kominfo yang seolah-olah dia mengatakn OPM menggunakan media untuk propaganda. Hanya melalui flyer dengan gambar yang juga tidak rapih. Kita jangan mudah terpancing harus menyadari kenyataan. Misalnya, kritis jika organisasi OPM ada di gunung yang sulit sinyal. Tidak mungkin sampai mereka melalukan propaganda melalui media digital.
Webinar juga menghadirkan pembicara Santia Dewi (Entrepreneur), Lim D Najib (Relawan TIK Cianjur), Bambang Iman Santoso (Founder Neuronesia Learning Center), dan Yumna Aisyah sebagai Key Opinion Leader.