Netizen di Indonesia jumlahnya terus meningkat bahkan mencapai tiga per empat populasi. Namun, indeks kesopanannya berada di urutan terbawah se-Asia Tenggara.
“Dengan itu, yang terjadi adalah kompetensi literasi digital kita belum lengkap. Dari empat pilar literasi digital, ada satu yang kompetensinya yang tidak dikuasai,” tutur Supriyanto seorang Penggiat Literasi Digital dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/9/2021).
Menurutnya, etika digital masyarakat Indonesia di dunia nyata terkenal ramah dan santun, tetapi begitu beralih ke dunia digital yang terjadi justru sebaliknya.
Etika digital sendiri merupakan kemampuan individu menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola netiket dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat perbedaan antara etika, etiket, dan netiket dalam penerapannya.
Etika merupakan norma yang menjadi pegangan seseorang dalam mengatur tingkah lakuknya. Etika dalam kehidupan sehati-hati biasanya lebih tertulis dan jelas. Sementara itu, etiket merupakan tata cara interaksi antar individu dalam masyarakat. Di dunia digital, etiket sering disebut sebagai netiket (Network Etiquette), yaitu tata cara kita berkomunikasi melalui internet. Termasuk dalam konteks memposting sesuatu, berkomentar, hingga promosi.
“Ada dua jenis komunikasi yang harus diperhatikan, yaitu kemampuan kita dalam berkomunikasi one to one dan one to many,” ungkapnya.
Kemampuan dalam berkomunikasi ini terdapat one to one, seperti chatting, direct messages, email. Di samping itu terdapat komunikasi one to many, yaitu kemampuan kita dalam menyebarkan seperti pada blog, konten media sosial, dan pemasaran online. Pada komunikasi one to one menggunakan media yang lebih personal dan komunikasi one to many menggunakan media interaktif.
Beberapa netiket dasar yang harus dipenuhi, mengingat di dunia digital kita berinteraksi dengan manusia, menaati standar perilaku online di manapun, berpikir dahulu sebelum mem-posting sesuatu dan komentar, menghargai waktu dan kuota orang lain, meninggalkan jejak digital positif, berbagi hal positif sesuai pengetahuan dan kemampuan, memperhatikan opini dan emosi, menghargai privasi orang lain, memperlakukan orang lain layaknya kita ingin diperlakukan, dan menjadi seseorang yang pemaaf. Impelentasi dari netiket di dunia digital contohnya menggunakan salam dan memahami konteks saat berinteraksi.
Webinar juga menghadirkan pembicara Billy Kwanada (Wakil Ketua Bidang Pengembangan Bisnis GEKRAFS Jawa Timur), Eunike Isna Saptanti (Budaya Digital), Ellangga Seta (IT Consultant & Start up Enthusiast), dan Maichel Kainama sebagai Key Opinion Leader