Etika merupakan moral yang datangnya dari diri sendiri, saat tidak ada orang lain etika tetap berlaku. Sementara etiket adalah tata cara pergaulan yang berlaku saat ada orang lain.
Etika memiliki ciri yang absolut dan mutlak. Etika pun menentukan baik dan buruk perilaku seseorang, serta berkaitan dengan cara pandang, perbuatan, dan akan selalu berlaku meski tidak ada orang lain yang melihat. Ciri ini berbeda dengan etiket karena etiket bersifat relatif, menyangkut suatu kebiasaan di kelompok tertentu dan berhubungan dengan cara bergaul.
“Contoh etika, kita itu enggak boleh mencuri meski tidak ada orang. Bersifat sabar apabila ada masalah, tidak melanggar janji, tidak meremehkan orang lain. Kalau etiket, tata cara makan yang baik di umum, mengantre, menggunakan pakaian yang sopan, dan lainnya,” jelas Ryzki Mawadi, CEO & Co Founder Attention Indonesia, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis (23/9/2021).
Di setiap negara, etika dan etiket yang dimiliki pun berbeda-beda. Misalnya, pada budaya barat mereka memanggil orang yang lebih tua boleh langsung menggunakan nama sedangkan di Indonesia menggunakan panggilan hormat Pak/Bu. Namun, etika ini tidak selalu baik. Ia menyampaikan masih ada etika negatif di Indonesia, seperti malu dalam menyatakan pendapat. Etika dan etiket yang berlaku pada masyarakat Indonesia itu mendekati nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, etika dan etiket mendekati nilai agama.
“Dengan adanya globalisasi ini, budaya, etika, etiket, bahasa, gaya, dan tren semuanya melebur. Generasi Z dan seterusnya bisa kehilangan identitas bangsa karena semuanya melebur jadi satu,” ungkapnya.
Apabila mengacu di dunia online, ketika kita berkomentar seringkali tidak menggunakan etika dan semena-mena. Tidak jarang beberapa di antaranya merendahkan dan berkata kasar kepada orang lain. Ia mengatakan, di dunia digital ini kita perlu menggunakan etika untuk berkomunikasi, meningkatkan literasi agar tidak salah paham. Ia pun menyampaikan, jangan melakukan protes berlebihan, bullying online, berkomentar negatif, dan oversharing di ruang digital.
Ryzki mengungkapkan, jangan mudah terbuai dengan informasi yang kita dapatkan di ruang digital, bersikap seobjektif mungkin di ruang digital, dan tidak lupa dengan kehidupan di dunia nyata.
Webinar juga menghadirkan pembicara Billy Kwananda (Wakil Ketua Bidang Pengembangan Bisnis GEKRAFS Jawa Timur), Wijaya Kusuma (Ketua RTIK Kabupaten Subang), Aidil Wicaksono (Managing Director Kaizen Room), dan Benito sebagai Key Opinion Leader.