Pertumbuhan internet di Indonesia dipengaruhi oleh percepatan infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah. Hingga saat ini, pengguna internet di Indonesia telah mencapai 202,6 juta jiwa.
Kemajuan teknologi informasi ini memberikan dampak positif dan negatif. Hadirnya pandemi mempercepat transformasi di era teknologi digital dan menambah subur kasus cyberbullying.
“Cyberbullying adalah perundungan dunia maya yang menggunakan teknologi digital. Bisa melalui media sosial, games, aplikasi chatting. Tujuannya mempermalukan target,” Aditianata, Dosen IT Universitas Esa Unggul dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Subang, Jawa Barat, Senin (27/9/2021).
Ia mengatakan, sekarang ini cyberbullying bisa dilakukan oleh siapa saja. Hal ini merupakan hal yang harus diwaspadai karena bisa juga dilakukan oleh anak di bawah umur. Dengan media perantaranya yaitu media sosial, smartphone, online chat, website, aplikasi chatting, email, dan teknologi lainnya. Namun, cyberbullying memang paling banyak dilakukan di media sosial yaitu pada aplikasi Instagram.
Adit memaparkan, terdapat beberapa jenis cyberbullying, yaitu flaming atau pertengkaran daring, harassement atau pelecehan, deniogration atau fitrah, impersonating atau akun palsu, trickery atau tipu daya, exclusion atau pengucilan, dan cyberstalking atau penguntitan.
Menurut survei, 5 dari 10 orang mengaku pernah terlibat bullying dan 19 persen respondennya mengaku sebagai target atau korban. Kemudian, berdasarkan penelitia Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan bahwa 49 persen dari 5.900 responden mengalami pembullyan di internet. Orang bisa melakukan cyberbullying didasari oleh berbagai faktor, seperti dendam, bercanda, ingin menunjukkan kekuatan, frustasi, mencari perhatian, dan sekadar hiburan.
“Body shaming termasuk jenis bullying yang sering terjadi. Bahkan di lingkungan keluarga, tanpa sadar sering melakukan hal ini,” ungkapnya.
Untuk mencegah cyberbullying, sebaiknya jangan digubris atau direspon, memilih teman, mengadukan pada orang yang dipercaya, menyimpan semua bukti bullying, mengecek keamanan media sosial, dan apabila sudah pada tahap keterlaluan kita bisa melaporkan bukti tersebut ke pihak berwajib. Hal tersebut boleh dilakukan karena pelaku cyberbullying bisa dijerat dengan Pasal 29 UU ITE.
Apabila kita menjadi korban, yang harus dilakukan ialah tetap percaya diri dan berani berbicara terkait peristiwa bullying tersebut. Berbaur dengan teman yang membawa energi positif sehingga kita juga bisa tetap berpikir positif.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Ricco Antonius (Founder of Patris Official Store), Wijaya Kusuma (Ketua RTIK Kabupaten Subang), Katherine (Owner Organicrush), dan Clarissa Purba (Key opinion Leader).