Internet dapat menjadi ruang besar bagi anak muda untuk saling terhubung bersosialisasi dan belajar. Namun bisa juga digunakan para pelanggar sebagai tempat untuk berhubungan dengan anak-anak dan melakukan tindak pelanggaran serius seperti perbuatan pedofil, kekerasan dan pelanggaran lain.
Jenis kekerasan pada anak dan remaja di ruang digital itu sangat banyak. Dengan akses digital yang mudah apalagi cukup terjangkau secara biaya fasilitas gadget dan lain-lain yang kini bukan sesuatu yang mewah lagi. Karena mengakses ini mudah juga konten sangat mudah diproduksi oleh siapapun.
Nina Sulistyowati, dosen Unsika menjelaskan, untuk memblokir situs memang sudah dilakukan oleh pemerintah tetapi bocoran-bocoran untuk membuka situs pun banyak sekali bertebaran.
“Jadi situs situs terlarang seperti pornografi yang sebenarnya sudah dibanned oleh pemerintah sudah diblokir oleh Kemenkominfo tetapi masih banyak juga yang mensiasatinya. Sehingga membuat para generasi muda bahkan anak-anak dapat mudah mengakses,” ungkapnya di webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (29/9/2021).
Ada hasil survei dari penelitian KPAI pada 2020, sebanyak 93,8% dari 4799 siswa SMA dan SMP di sebuah daerah mengaku sudah pernah berhubungan seksual. Itu akibat dari mereka sering menonton konten pornografi di internet. Hal ini sangat miris generasi muda penerus bangsa akibat internet yang tidak sehat, berakibat fatal.
Jenis kasus cybercrime pada anak dan remaja lainnya yaitu grooming. Aktivitas di mana ada seseorang yang melakukan pendekatan dengan cara membangun hubungan kepercayaan dan hubungan emosional sehingga orang yang dimaksud ini dipercaya korban. Dia menjadi yakin dan percaya sehingga mudah untuk berbagi apapun. Di sinilah celah yang dilakukan pelaku jenis hubungannya bisa beragam sebagai kekasih, mentor atau juga figur yang memang disukai anak-anak atau menjadi idola.
Grooming ini juga bisa dilakukan di banyak platform seperti media sosial, email juga forum dan lainnya. Modusnya bermacam-macam setelah dekat dan percaya mereka diminta untuk membuka baju atau melakukan hal-hal seksual. Padahal aktivitas itu direkam pelaku untuk disebarluaskan di jejaring pornografi hingga dibuat untuk memeras korban.
Nina mengingatkan, orang yang sudah lebih dewasa kita sebagai orang tua, kakak, tante atau om untuk lebih memperhatikan anak dan remaja dalam bermedia sosial. Kita dapat mengecek siapa saja yang menjadi temannya lalu jangan sampai mereka memiliki teman dekat yang belum pernah bertemu sekalipun.
Kejahatan di dunia digital lainnya adalah cyber bullying memang terjadi tidak hanya pada anak-anak saja tetapi di kehidupan orang dewasa pun bullying ini masih sering terjadi.
“Bagi remaja dan anak yang aktif di media sosial seringkali mereka mendapatkan bullying yang berasal dari teman-teman mereka sendiri atau orang-orang yang seumuran mereka. Jadi betapa para remaja di Indonesia ini sudah berani untuk memaki orang yang sebetulnya belum pernah bertemu. Mereka merasa aman karena tidak akan ketahuan padahl tidak seperti itu. Edukasi mengenai ini pun harus selalu dilakukan. Meskipun menggunkan akun bodong, lokasi mereka kan diacak,” jelasnya.
Kejahatan lain yaitu scamming, perilaku yang dilakukan oleh seseorang untuk menipu orang lain sedang hits sekarang di kaum remaja adalah scammer cinta. Awalnya pelaku memajang foto seorang pria atau wanita yang menarik perhatian, lalu kenalan kemudian chatting dengan intensitas yang sering dan memberikan perhatian lebih. Kemudian dia minta bertemu lalu dirampok ataupun tidak bertemu tapi meminjam uang dengan berbagai alasan. Tentu setelah uang didapat, dia akan menghilang tanpa jejak.
Webinar juga menghadirkan pembicara Dera Firmansyah (Podcaster), dr. Frendy Winardi (founder Royals Rejuvia), Ria Aryanie (Praktisi Humas dan Komunikasi), dan Rio Silaen sebagai Key Opinion Leader.