Kita sekarang sedang berada di dalam era kebebasan informasi. Di mana informasi dapat bebas atau diproduksi oleh siapapun sehingga terjadi juga arus informasi yang sangat deras.
Informasi yang datang sangat banyak ini setiap waktu membuat terjadinya kelebihan informasi ketika jumlah input ke dalam sistem melebihi kapasitas pemrosesannya. Pengambil keputusan memiliki kapasitas pemprosesan kognitif terbatas. Akibatnya ketika terjadi kelebihan reformasi kemungkinan penurunan kualitas keputusan akan terjadi.
Roby Aji seorang pemerhati budaya dan bahasa setuju dengan hal itu. Bagaimana jika kita dihadapkan oleh banyak pilihan kita justru akan cenderung lebih bingung untuk memilih sehingga keputusan yang akan kita pilih itu menjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan semula.
Robby menyebut kekenyangan informasi bagaimana seseorang akan menjadi sulit membuat keputusan. “Banyaknya informasi ini membuat seseorang juga menjadi tidak fokus terhadap sesuatu, penurunan daya ingat terjadi bahkan kesehatan mental. Untuk kesehatan mental ini akibat dari banyaknya menerima informasi yang buruk sehingga dapat membuat dia menjadi ketakutan,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (30/9/2021).
Misalnya saat pandemi seseorang sangat senang sekali membaca berita mengenai kasus yang terus melonjak sehingga membuatnya menjadi semakin takut akan adanya gelombang Covid-19 selanjutnya.
Banyaknya menerima informasi membuat kelelahan pada daya fokus dan menyimak sebuah sesuatu sehingga produktivitas menjadi menurun. Memiliki informasi atau mencari informasi juga yang hanya dapat membuat kecanduan sehingga terasa kurang akan sebuah informasi.
“Untuk mengurangi Informasi yang tidak kita butuhkan banyak sekali gaya hidup digital yang dapat menjadi alternatif beberapa kebiasaan yang bisa kita pilih di antaranya adalah membuat to do list. Hal apa yang harus kita lakukan hari ini jangan sampai aktivitas di media digital mengganggu kegiatan kita sehari-hari,” sambungnya.
Kemudian, juga sebisa mungkin memilih alat fisik ketimbang aplikasi misalnya untuk stopwatch, jam atau mungkin catatan harian. Kita bisa gunakan buku langsung ketimbang mencatat di gawai. Pilih informasi ilmiah hanya dari sumber terpercaya seperti buku jurnal atau situs resmi pakar. Google memang menjadi jalan alternatif kita untuk mencari sesuatu namun adakalanya informasi-informasi ilmiah itu memang harus bersumber dari buku atau jurnal bisa juga dari akar yang memiliki blog sendiri.
Begitu juga dengan berita kita hanya boleh percaya atau membagikan berita yang berasal dari media massa mainstream bukan media sosial. Ini juga bisa menghindari berita bohong karena jika dari media massa terverifikasi sentuh sudah terjamin kebenarannya atau paling tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Ketika bermedia sosial juga kita sebaiknya mengikuti akun yang berkaitan dengan minat dan kebutuhan saja sehingga tidak meluas dengan sesuatu hal yang tidak kita inginkan. Batasi penggunaan sosial media kita dalam waktu tertentu atau melakukan detoks media sosial. Jangan lupa juga untuk mematikan alat komunikasi digital secara berkala terutama saat kita tidur biarkan perangkat kita jika ikut istirahat.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Kis Urel (Development People Coach), Tetty Kadi (Anggota DPR 2009-2014), Khanti Paramita (Owner Khanti’s Beauty and Academy), dan Shinta Putri sebagai Key Opinion Leader.