Digital culture mengacu pada budaya yang dibentuk oleh kemunculan dan penggunaan teknologi digital secara masif. Di Indonesia, dengan jumlah populasi pengguna internet sebesar 202,6 juta pengguna internet. Di masa pandemi juga semuanya menjadi serba digital. Dengan itu, suka atau tidak kita tetap harus beralih ke dunia digital.
Akan tetapi, kehidupan serba digital ini nyatanya menciptakan culture shock bagi sebagian masyarakat. Misalnya terkait kasus netizen Indonesia yang dinyatakan tidak sopan se-Asia Tenggara menurut survei Digital Civility Index. Di samping itul muncul juga budaya baru seperti FOMO dan JOMO.
“Munculnya kecemasan-kecemasan baru seperti FOMO (Fear of Missing Out). Pola perilaku anak muda yang selalu khawatir berlebihan dan merasa ketakutan akan tertinggal tren,” ungkap Arif Setiadi, Dosen Pelita Raya Institute Kabid Humas dan Kerjasama RTIK Jambi dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Jumat (08/10/2021).
Ia menjelaskan, orang yang FOMO ini selalu up to date dan berada di media sosial untuk stalking informasi terbaru agar tidak tertinggal dengan tren yang sedang berjalan. Kebalikannya, ada JOMO (Joy of Missing Out) dan diartikan sebagai perasaan tidak peduli karena tidak melakukan atau mengikuti tren tertentu.
Selain hadirnya budaya baru, budaya lama Indonesia terkait pengamalan nilai pancasila di ruang digital sangat sedikit yang menerapkannya. Padahal, dari Pancasila kita bisa menerapkan nilai cinta kasih, kesetaraan, harmoni, demokratis dan bebas berekspresi, juga gotong royong di ruang digital.
“Pengamalan nilai pancasila juga bisa tertuang di ruang digital yang mana kita juga harus berpikir kritis, menghindari echo chamber dan filter bubble, serta kolaborasi dalam kampanye literasi digital,” tuturnya.
Filter bubble sendiri dipahami sebagai tindakan mempersempit pandangan dan wawasan seseorang tanpa pernah mengetahui realita yang terjadi. Sementara itu, echo chamber ialah situasi ketika seseorang sudah tidak mempercayai informasi yang benar. Oleh karena itu, agar tidak terkena budaya echo chamber ini, penting untuk kita pandai-pandai dalam memfilter informasi hoaks. Jadi, kita benar-benar mempercayai informasi yang sudah valid. Biasakan menerapkan budaya saring sebelum sharing.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Indira Wibowo (Duta Wisata Indonesia 2017), Silvia (Dentistpreneur), Aidil Wicaksono (Managing Director Kaizen Room), dan Benito sebagai Key Opinion Leader.