Dalam dunia digital, penggunanya disebut sebagai masyarakat digital. Kelompok masyarakat digital tersebut kemudian dibagi menjadi digital imigran dan digital native.
Digital imigran adalah masyarakat yang lahir sebelum kehadiran teknologi digital. Kebanyakan digital imigran berasal dari generasi baby boomers dan gen X. Sementara itu, digital native dikatakan sebagai masyarakat yang lahir setelah teknologi itu lahir dan banyak yang berasal dari generasi Z dan generasi Alfa.
“Di dunia digital ada empat standar etika. Keempatnya jadi prinsip yang mendasar di dunia nyata dan dunia maya,” jelas Didin Miftahudin, Founder Gmath pro Indonesia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (09/10/2021).
Pertama, etika deskriptif ini hanya menjelaskan suatu objek tanpa memberi penilaian-penilaian. Sikap kita yang tidak memperkeruh keadaan saat sedang berpendapat di media sosial merupakan salah satu bentuk penerapan dari etika deskriptif ini. Pertengkaran yang terjadi di media sosial umumnya dipicu oleh salah paham, SARA, fitnah, ujaran kebencian, atau sekadar berbeda pendapat.
Kedua, etika normatif yang menjelaskan sekaligus memberikan penilaian. Menurut Didin, ketika kita memberikan penilaian harus positif dan sesuai dengan kapasitas kita.
Ketiga, etika individual yang menjelaskan bagaimana tujuan hidup dari seseorang, Hal ini karena setiap orang perlu memiliki konsep, tujuan, dan cita-cita sebagai bentuk penerapan etika.
Keempat, etika sosial yang berhubungan dengan konektivitas antarmanusia. Ketika kita berinteraksi di ruang digital, kita menggunakan etika sosial ini. Namun, etika satu ini sangat sedikit di terapkan, terutama oleh masyarakat Indonesia. Sampai-sampai netizen Indonesia dicap sebagai netizen paling tidak sopan.
“Kita bisa menjadi netizen yang terburuk karena belum terliterasi dan perilaku digital machine learning yang merekam aktivitas digital sehari-hari,” ungkap Didin.
Ia mengatakan, machine learning ini akan mempercerdas perangkat yang kita miliki. Jadi, ketika kita sering melihat konten negatif, maka akan bermunculan konten-konten negatif lainnya.
Dengan demikian, sebisa mungkin kita menggunakan etika dalam setiap aktivitas kita di media sosial. Caranya dengan menghindari segala posting-an yang bertentangan dengan SARA, tidak menyebarkan informasi pribadi sendiri dan orang lain, tidak memposting haoks atau informasi yang belum jelas sumbernya. Ketika kita berinteraksi, selalu gunakan bahasa yang sopan dan santun.
“Kita punya kewajiban harus menjaga ruang digital. Karena ruang digital bukan milik pribadi. Kita adalah tamu di ruang digital dan bersikap selayaknya sebagao tamu,” jelasnya.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Lim Sau Liang (Owner Madame Lim), Ginna Desiana (Creator Game Board Dolanan Yuk), Theo Derick (CEO and Founder of Coffee Meets Stocks), dan Maichel Kainama sebagai Key Opinion Leader.