Budaya digital merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapannya lebih mengarah pada perubahan pola pikir agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital. Saat ini transformasi digital sudah mencapai semua aspek kehidupan. Mulai dari segi bisnis, ekonomi, hiburan, transportasi, bahkan proses kegiatan belajar yang berlangsung secara online.
“Ketika transformasi digital sudah semasif ini, yang harus kita pelajari adalah dampak dari transformasi digital itu sendiri. Karena dampaknya seperti pisau bermata dua,” Elfira Fitri Wahyono (Manager External Student Affairs of UMN dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (12/10/2021).
Dampak positif dari transformasi digital sendiri, akses informasinya menjadi lebih cepat dan mudah, banyaknya inovasi baru di berbagai bidang, meningkatnya kualitas dan efisiensi dalam kehidupan, dan inskusivitas karena dampaknya bisa dirasakan siapa pun. Sebaliknya, dampak negatif dari transformasi digital adalah pelanggaran hak cipta, beredarnya hoaks, budaya malas gerak dan serba instan, hingga meningkatnya penipuan digital.
Adanya dampak positif dan negatif memberikan tantangan tersendiri di era transformasi digital. Ia mengatakan, tantangannya transformasi digital berpotensi mengubah tatanan kehidupan sosial, budaya masyarakat, dan politik. Lalu, bagaimana jika tidak bisa diatasi? Dampaknya akan berpengaruh pada kemerosotan moral bangsa, seperti tergerusnya nilai kepekaan sosial, kepedulian, dan empati.
Menghadapi tantangan di era ini perlu memperkuat nilai budaya dan karakter bangsa. Sebab, keduanya merupakan pondasi dalam berinteraksi di ruang digital untuk memfilter arus informasi yang cepat dan deras.
“Budaya dan karakter menjadi saringan supaya kita tahu hal mana saja yang bisa kita ambil dan sebaiknya kita buang. Kalau budaya dan karakter bisa menjadi budaya yang kokoh, kita bisa lebih fokus untuk menjadi kreatif dan produktif” ungkapnya.
Elfira memaparkan, budaya dan karakter yang memenuhi ialah Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai ideologi serta pedoman bagi masyarakat Indonesia dalam hidup. Ini bisa kita terapkan dalam kita berinteraksi di ruang digital. Nilai-nilai itu terdiri dari cinta kasih, kesetaraan, harmoni, demokrasi, dan gotong royong.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Harryanto Wen (CEO Redmitra Indonesia), Goretti Meiliani (Project & Planning Section Head Binus Group), Benny Daniawan (Dosen Sistem Informasi Universitas Buddhi Dharma), dan Janna S. Joesoef (Key Opinion Leader).