Hoaks itu termasuk mis dan disinformasi yang ternyata banyak jenisnya. Jenis-jenis misinformasi dan disinformasi ini kerap kita temui di dalam media digital. Ada yang kita sadari bahwa informasi itu tidak benar ada juga yang jarang disadari. Bahkan beberap harus butuh diteliti lebih lanjut untuk membuktikan bahwa itu termasuk misinformasi.
Tipe satir atau parodi bentuknya seperti lelucon. Tidak ada niat jahat membohongi tetapi ada potensi mengelabui. Konten yang menyesatkan penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah isu atau individu. Dicky Renaldi Kreator Konten Siberkreasi menjelaskan, pembingkaian berita ini dimaksudkan untuk membuat persepsi lain tentang seseorang.
Konten tiruan, ketika sebuah konten asli ditiru dengan kata lain sedemikian rupa dengan dimanipulasi ataupun diedit agar terlihat seperti konten asli. Misinformasi dan disinformasi yang yang selanjutnya ialah konten palsu konten yang 100% salah sedari awal memang didesain untuk menipu dan ini sangat merugikan.
“Konten palsu itu bisa juga kontennya orisinil kemudian diedit kemudian di desain ulang agar terlihat menarik dan terlihat meyakinkan tujuannya untuk menipu serta dapat memprovokasi berbagai pihak. Ini sangat merugikan kita sebagai warga digital,” jelasnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (13/10/2021).
Selanjutnya, koneksi yang salah ketika judul, gambar, isi dan keterangan tidak mendukung konten. Terkecuali jika ada keterangan pada foto hanya ilustrasi berarti bukan benar-benar foto asli hanya menggambarkan berita atau isi dari informasi tersebut. Tapi kalau tidak ada keterangannya seolah-olah foto tersebut adalah foto yang diambil saat kejadian atau menerangkan isi informasi tersebut padahal sebenarnya sangat tidak benar.
Ada juga konten yang salah yakni konten asli dipadupadankan dengan konteks informasi yang salah. Ini merupakan saduran dari berbagai dari berbagi konten 50% asli dan konten palsu 50% ini dicampur agar berita yang disampaikan dapat ditangkap oleh masyarakat itu secara mentah-mentah.
“Jadi dari awal informasi yang asli namun tulisan terakhirnya itu informasi yang bohong. Konten yang dimanipulasi ketika informasi atau gambar yang asli dimanipulasi atau diedit yang bertujuan untuk menipu. Konten yang dimanipulasi diidentikkan dengan gambar atau video yang diedit atau dipotong-potong demi memprovokasi kedua belah pihak,” tambahnya.
Tentu ini sangat berbahaya sekali karena dari video misalnya menit 10 menit dapat timbul suatu konten yang baru dengan tujuan provokasi. Memotong pada bagian tertentu serta diberi narasi yang tidak kalah provoksinya. Ditambah pengguna digital senang melihat konten video pendek seperti ini.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Ismita Saputri (Founder Kainzen Room), Chairi Ibrahim (Digital Marketer), Ismail Tajiri (Ketua RTIK Sukabumi), dan Deya Oktarissa sebagai Key Opinion Leader.