Teknologi kini semakin dominan digunakan oleh kalangan muda dan tua dalam teknologi informasi. Hampir setiap saat setiap orang menggunakan gawai untuk berinteraksi, untuk mengekspresikan diri, melakukan kegiatan yang sifatnya diulang setiap hari atau semacam tradisi semuanya berkenaan dengan teknologi informasi.
Masyarakat harus memahami perubahan budaya ini merupakan sebuah keniscayaan karena ada perubahan pada masyarakat. Awalnya, mereka adalah masyarakat yang terisolasi, lalu kemudian teknologi informasi masuk. Kemudian, banyak orang melihat budaya dari luar dan mencoba menerapkannya di lingkungannya sehingga terjadi perubahan.
Oleh karenanya maka ada beberapa di antara masyarakat kita yang menolak perubahan itu dan tetap mengisolasi atau menolak keberadaan teknologi informasi. Tetapi ada sebagian kalangan masyarakat kita yang terbuka terhadap kebudayaan luar sehingga tidak mempersoalkan adanya akses menuju kebudayaan lain menggunakan teknologi informasi.
Rinda Cahyana, relawan TIK bidang riset dan teknologi melihat hal itu sebagai tantangan kita bersama. Kemudian perubahan budaya juga bisa disebabkan karena temuan baru seperti internet. Jadi internet ini merevolusi yang pada awalnya orang berbagi informasi itu dilakukan dengan usaha yang luar biasa.
Mengeluarkan uang, energi kemudian memerlukan waktu yang lama sekarang ini dengan adanya misalnya temuan mesin telegraf kemudian menjadi internetpada tahun 1960-an hingga kini kita menikmati hasilnya. Dimana pesan yang kita kirimkan kepada orang-orang sampai sedemikian cepatnya sekalipun orang itu berada jauh disana.
“Kecepatan ini juga akan mempengaruhi seberapa cepat budaya itu akan diserap oleh kita. Contoh budaya K-pop itu dengan cepat diadaptasi oleh generasi muda di Indonesia,” ungkapnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (25/10/2021).
Sementara itu, budaya digital merupakan sebuah konsep yang menggambarkan bagaimana teknologi informasi membentuk cara kita berinteraksi. Jadi, dulu seseorang ingin berinteraksi harus keluar rumah menemui seseorang. Tetapi sekarang tidak lagi harus keluar rumah, cukup hanya dengan membuka smartphone lalu membuka aplikasi media sosial chatting. Kita sudah bisa mengirimkan pesan kepada orang lain. Itu sudah dianggap sebagai sebuah interaksi sosial secara digital.
Kemudian cara berperilaku yang awalnya kita berekspresi melalui mimik wajah, gerak tubuh dan sebagainya. Sekarang ini kita harus dapat menerima hal-hal yang sifatnya grafital menjadi perilaku yang ada di antara kita dalam proses interaksi di ruang digital. Begitu juga untuk cara berpikir di era digital saat ini tentunya lebih kompleks. Karena orang sekarang ini berfikirnya lebih banyak.
“Kita sekarang lebih banyak memikirkan beberapa hal ini dipengaruhi oleh banyaknya sumber pengetahuan atau sumber informasi yang terbuka bagi siapapun. Sehingga jika orang zaman dulu berpikiran sederhana kalau sekarang semua dipikirkan. Urusan yang tidak masuk dalam kompetensinya pun mereka pikirkan dan dikomentari,” jelasnya.
cara berkomunikasi ataupun interaksi dengan masyarakat luas itu mungkin dulu diwakili oleh tokoh masyarakat yang kita pilih atau tidak percaya. namun sekarang dengan adanya teknologi informasi setiap orang dapat memberikan pesannya secara langsung melalui teknologi. Memang ini sangat banyak sekali, tapi jika berlebihan akan menciptakan sesuatu yang buruk.
Kemudian budaya digital mengacu pada pengetahuan, kepercayaan orang-orang yang berinteraksi di jaringan digital yang dapat menciptakan kembali budaya dunia nyata atau menciptakan aliran baru pemikiran budaya dan praktik asli jaringan digital. Jadi pada saat kita memanfaatkan teknologi informasi untuk berinteraksi terkadang mempengaruhi kehidupan kita di dunia nyata.
Contohnya, fenomena yang sering kita jadikan bahan diskusi yakni bermain TikTok. Sebenarnya TikTok Itu bentuk interaksi digital, dimana orang mencoba untuk mengabadikan ekspresi mereka ada sesuatu untuk bisa dikonsumsi oleh banyak orang. Tetapi di sisi lain kebiasaan Tiktok-an ini kalau tidak terkontrol itu dapat mempengaruhi orang di dunia nyata.
“Sekarang sedikit saja mendengar lagu Tiktok mereka secara tidak sadar bergerak mengikuti alunan musik dan gerakan yang biasa mereka lihat di aplikasi TikTok,” lanjutnya.
Itu merupakan gerakan spontan dari seseorang, hal ini seperti membentuk karakter baru pada manusia abad ini yang awalnya manusia tidak sensitif terhadap musik tertentu tiba-tiba menjadi sensitif. Jadi ini menciptakan kondisi baru di dunia nyata.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Abhyani Prastika (Digital Marketer), Santia Dewi (Fashion Entrepreneur), Rabindra Soewardana (Direktur Radio Oz Bali), dan Azzahra Karina sebagai Key Opinion Leader.