Kebebasan berekspresi ialah kebebasan mengungkapkan pemikiran- pemikiran yang ada di dalam kepala. Bentuknya ide-ide dan nilai-nilai apa yang seseorang anut.
Hal tersebut dikatakan Littani Watimena, Brand & Communication Strategist. Menurutnya saat kita berekspresi di media sosial atau di dunia digital itu mengungkapkan semua apa yang kita pikirin. Ide-ide apa yang kita miliki, nilai-nilai apa yang kita percaya, itu biasanya diungkapkan. Berekspresi ada pengaruhnya pengaruhnya dengan personal branding itu.
“Nanti ada pertanyaan, siapakah aku menurut saya ingin dianggap sebagai orang yang pintar, toleran. Tapi apakah bener jejak digital kita mengatakan hal yang sama tentang kita itu. Harus kita perhatikan betul-betul karena kita ingin dianggap sebagai orang yang baik, berpendidikan, sopan, toleransi berarti jejak digital kita berbicara sama dengan apa yang kita inginkan,” jelasnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (26/10/2021).
Personal branding merupakan usaha yang dilakukan secara sadar membentuk persepsi orang tentang siapa diri kita untuk suatu tujuan tertentu. Dari personal branding itu menceritakan siapa diri kita yang kita tampilkan ke publik.
Personal branding itu ada dua macam, yakni alami memang sudah sejak awal seperti itu. Ada juga personal branding yang dibuat-buat, ini ada yang benar-benar beda terkadang jika terlalu berbeda orang lain menyebutnya pencitraan.
Misalnya, Steve Jobs pendiri perusahaan Apple, kalau lihat produk-produk Apple itu minimalis, tidak terlalu banyak macam-macam penggunaannya juga simpel. Sebenarnya adalah sesuatu yang dipikirkan oleh Steve Jobs. Dia ingin pada saat menggunakan iPhone atau Mac book atau apapun itu semuanya tidak repot belajarnya. Dari produknya yang selalu polos menandakan hal itu.
Sama dengan pembawaan Steve Jobs yang selalu mengenakan baju hitam saat presentasi di belakang layar besar, tanda banyak presentasi di belakangnya. Itulah ciri khasnya Steve Jobs dan kita bisa lihat perubahannya dari tahun 1984 sampai 2010.
Sementara itu, Presiden Jokowi punya ciri khas ialah pakai baju putih. Mengapa kemeja putih? Dia ingin menyampaikan personal branding sebagai pelayan masyarakat.
“Coba lihat kalau di hotel dan di restoran, pelayannya selalu berbaju putih. Itu yang ingin ditampilkan oleh Pak Jokowi. Modelnya di tangannya digulung, semua itu ada artinya dari simbolnya. Digulung-gulung bagian lengan itu, artinya saya berani turun langsung jadi tidak hanya duduk di atas tahta dan tidak berbuat apapun. Begitu juga dengan sepatu sneakers karena beliau ingin menunjukkan bahwa saya orang yang sigap kemana-mana. Jadi bukan orang yang ada di dalam istana tidak kemana-mana tapi saya ada orang yang blusukan,” ungkapnya.
Itulah yang ingin diciptakan melalui personal branding Presiden Jokowi kalau Jokowi selalu menggunakan batik dengan sepatu rapi. Kita akan melihat bahwa pemimpin hanya di istana. Jika berpenampilan seperti ini, masyarakat akan paham mungkin saja sewaktu-waktu presiden muncul di pasar. Hal tersebut yang ingin disampaikan presiden kepada rakyatnya.
Untuk kita masyarakat jika ingin melakukan personal branding di media sosial dengan selalu membagikan dan membuat konten yang positif.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Abhyani Prastika (Digital Marketer), Andi Astrid Kaulika (Merchandiser Analyst), Dudi Rustandi (dosen Telkom University), dan Almira Vania sebagai Key Opinion Leader.