Pandemi Covid-19 menyebabkan banyak perubahan dari perilaku masyarakat Indonesia terutama dalam penggunaan digital. Masyarakat seperti dipaksa untuk masuk ke dalam digital, kecakapan digital sering dikaitkan dengan bagaimana penggunaan teknologi informasi. Namun sebenarnya yang paling penting adalah bagaimana di zaman sekarang ini perilaku para pengguna digital itu yang juga tidak kalah penting.
Seperti yang dikatakan oleh Presiden Jokowi, infrastruktur digital itu tidak dibangun sendiri. Ketika jaringan internet sudah tersedia harus juga diikuti dengan kesiapan penggunanya. Tujuannya agar manfaat positif dari internet dapat dioptimalkan guna membuat masyarakat akan semakin cerdas dan positif.
Masyarakat kita ini sebenarnya dibangun atas dasar aturan-aturan etika yang berbentuk lingkaran. Termasuk di dalam dunia bisnis, jadi kalau kita ingin mengembangkan bisnis tentunya harus memperhatikan perilaku bisnis yang ada di lingkungan tersebut. Galih Abdul Fatah, dosen Fakultas Kewirawastaan Universitas Garut mengatakan, dengan adanya teknologi ini memunculkan fenomena dilematis seperti privasi atau profit.
Misalnya sebuah organisasi transportasi publik itu memperkenalkan teknologi baru misalnya kartu elektronik yang memungkinkan pengguna itu bisa akses lebih luas. Mereka juga menawarkan pilihan pembayaran tanpa uang tunai yang nyaman dan mudah.
“Selama ini sudah populer di beberapa negara. dilihat dari segi bisnisnya juga bagus karena meningkatkan margin dan efisien di dalam transportasi jumlah besar dalam pelanggan,” jelasnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Garut, jawa Barat, Kamis (28/10/2021).
Ketika teknologi ini sudah mengakibatkan terkumpulnya data yang sangat banyak. di sini timbul pertanyaan haruskah organisasi transportasi itu menjual data ini ke pihak ketiga? Padahal jika dilihat secara keuntungan atau profit menjual data itu adalah praktek terbaik bagi banyak perusahaan karena kita di sana bisa menekan cost dan meningkatkan layanan. Namun ketika data itu diberikan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan penggunanya ini menjadi salah satu pelanggaran etika dan ini banyak sebenarnya terjadi di Indonesia. Pengguna aplikasi jarang untuk mengecek ketentuan di aplikasi tersebut.
Padahal di situ ada beberapa ketentuan yang memang harus kita mengerti terlebih dahulu. Misalnya mengenai data kita boleh atau tidak digunakan dengan tujuan lain oleh perusahaan. Ini menjadi permasalahan baru kecuali perusahaan tersebut harus berkonsultasi kepada penggunanya.
Jadi seperti apa etika dalam melakukan bisnis digital. pastinya berperilaku jujur dalam menjalankan aktivitas bisnis merupakan kunci utama dari kesuksesan. ini meliputi seluruh aspek dalam menjalankan usaha baik online maupun offline. Pemberian informasi yang benar akan produk yang dipasarkan oleh pebisnis. Jadi tidak ada informasi yang disembunyikan mengenai objek yang dipasarkan.
“Contoh perilaku yang tidak jujur juga menggunakan foto produk orang lain tanpa izin. Selain tidak jujur tentu ini juga sudah menyalahi etika karena tidak menghargai karya orang lain. Tidak jujur lainnya yaitu melakukan penipuan menghianati kontrak perjanjian ini lebih serius lagi bahkan sebenarnya bisa ke ranah hukum kalau memang tidak menjalankan apa yang di lakukan di kontrak perjanjian,” jelasnya.
Bertanggung jawab sebagai pelaku bisnis usaha yang melayani para konsumen membeli produknya guna mendapatkan suatu keuntungan jika hal tersebut sebagai haknya. Maka pelaku bisnis usaha memiliki suatu kewajiban untuk menyediakan produk yang sesuai dengan pesanan konsumennya.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Rinda Cahyana (RTIK Sukabumi), dr.Frendy Winardi (Founder Royals Rejuvia), Nindy Tri Jayanti (Entrepreneur), dan Kika Shafia sebagai Key Opinion Leader.