Dalam bermedia digital para pengguna harus etis karena di setiap tempat yang kita tempati memiliki batasan etika yang berbeda bahkan setiap generasi pun memiliki etika sendiri. Tentu dalam ruang digital, kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan cultural, sehingga sangat mungkin pertemuan secara global tersebut akan menciptakan standar baru tentang etika.
Dadi Priadi, ketua program studi administrasi bisnis Universitas Sangga Buana Bandung mengatakan, di dunia digital ada ruang ruang interaksi, ruang budaya yang harus kita hargai dan perhatikan.
“Jangan salah mengukur bahwa saat kita membagikan apapun tidak memperhatikan orang lain karena merasa itu akun media sosial kita. Banyak kasus mereka yang tidak berpikir panjang membagikan informasi tiba-tiba mereka dituntut oleh pihak yang merasa dirugikan dan akhirnya terkena UU Informasi Transaksi Elektronik,” ungkapnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (28/10/2021).
Biasanya, jika terjdi seperti itu mereka minta maaf dan mengajak berdamai. Hal itu tidak menjadi pelajaran bagi yang lain. Maka, mari kita mulai dari hari ini untuk lebih berhati-hati dalam sesuatu di dunia digital.
Etika yang dikenal selama ini ada etika tradisional atau etika offline yang menyangkut tata cara, kebiasaan dan budaya yang merupakan kesepakatan bersama dari setiap kelompok masyarakat. Sehingga menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas sebagai pedoman sikap dan perilaku anggota masyarakat. Ada juga etika kontemporer atau etika elektronik dan online yang menyangkut tata cara kebiasaan dan budaya yang berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.
Etika juga memiliki ruang yang terdiri dari kesadaran, integritas, tanggung jawab dan kebajikan. “Kita harus menyadari bahwa ketika di ruang digital itu tidak sendiri ada orang lain yang harus kita hargai kepentingannya. Ada aturan yang harus patuhi agar perilaku, ucapan kita tidak merugikan orang lain. Kita tidak harus selalu memikirkan diri sendiri tetapi harus memikirkan kepentingan orang lain,” sarannya.
Dalam etika itu juga membahas mengenai kebajikan, biasanya orang-orang yang melakukan perilaku etis setiap hari dia sudah menerapkan perilaku kebajikan dalam hidupnya. Berbicara mengenai itegritas atau kejujuran penting sekali untuk para pelaku etis digital, jangan sampai kita yang sudah terbiasa di lingkungan integritas masuk menjadi penyebar hoaks atau berita-berita yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan.
Terakhir ruang etika itu adalah tanggung jawab, kita sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri kita harus memiliki rasa tanggung jawab untuk bisa menciptakan konten-konten positif. Jangan sampai konten-konten negatif itu lebih dominan daripada konten-konten yang baik.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Akhmad Rofahan (Ketua RTIK Kabupaten Cirebon), Andi Astrid Kaulika (Analyst Merchandiser), Mufidz Rifa’i(guru SMKN), dan Deya Oktarissa sebagai Key Opinion Leader.