Kejadian terkait seksual online meningkat di masa pandemi. Kita harus semakin waspada karena kejahatan ini bisa saja menimpa kita dan orang sekitar. Perubahan pola kehidupan dari offline ke online membuat terjadinya perubahan kejahatan online tersebut marak terjadi.
Menurut catatan tahunan Komnas Perempuan di tahun 2021, terdapat 940 kasus yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan sepanjang tahun 2020, meningkat dari tahun sebelumnya (2019) sebanyak 241 kasus.
“Kasus kejahatan seksual online ini bisa terkena tidak hanya pada orang dewasa, anak-anak, pelajar. Tetapi bahkan kepada seluruh orang dari semua lapisan masyarakat baik itu pekerja, pelajar, perempuan, laki-laki, anak-anak, maupun orang dewasa. Semua orang bisa saja jadi korban kejahatan seksual online,” ungkap Andika Zakiy, SEJIWA Program Coordinator dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (01/11/2021).
Andika memaparkan beberapa bentuk kekerasan dan eksploitasi seksual online.
- Grooming Online
Proses menjalin serta membangun sebuah hubungan dengan seseorang secara online untuk tujuan pemenuhan kebutuhan seksual seseorang.
- Sexting
Kegiatan mengirim pesan yang dilakukan secara online, baik berupa kata-kata, gambar, ataupun video dengan unsur seksual.
- Pemerasan Seksual
Kegiatan memaksa seseorang dengan menggunakan gambar atau video diri korban yang mempunyai unsur seksual (video atau foto tanoa busana), untuk pemenuhan kebutuhan seksual ataupun materi pelaku.
- Live Streaming
Siaran langsung kekerasan seksual. Adanya paksaan untuk melakukan aktivitas seksual melalui jarak jauh.
“Anak-anak paling rentan menjadi korban kejahatan seksual online. Kerentanan paling tinggi dimiliki oleh anak-anak dan kita perlu memberikan kewaspadaan terhadap orang-orang sekitar kita,” jelas Andika.
Pada korban, kejahatan seksual ini akan berdampak negatif. Korban jadi memiliki rasa malu dan trauma yang berkepanjangan. Hal tersebut juga dikarenakan jejak digital yang sulit dihapus. Selain itu, takut untuk melakukan aktivitas sosial dan menjalin hubungan dengan orang lain, merasa kehilangan harga diri. Pada beberapa kasus, korban hingga memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Febriyanti M. Kristiani (Founder @vitaminmonster), Eunike Iona Saptanti (Trainer & Educator), Muhammad Arifin (Kabid Komunikasi Publik Relawan TIK Indonesia), dan Azzahra Karina sebagai Key Opinion Leader.