Kebebasan berekspresi di dunia digital merupakan hak setiap orang untuk mencari, menerima dan menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk apapun. Tetapi harus diingat apakah yang dilakukan dalam mengekspresikan, bagaimana dengan dampak-dampaknya.
Kalau yang kita inginkan adalah dampak positif pasti semua orang ingin ingin mengambil dampak positifnya. Kebebasan berekspresi ada batas dengan etika tersebut dibatasi dengan sopan santun. Menurut Warsidah, Guru Kejuruan SMK Yasti Cisaat Sukabumi, kebebasan itu dibatasi oleh hak orang lain untuk diperlakukan secara layak.
“Jaga perasaannya, tidak boleh menimbulkan perselisihan, harus adil serta tidak melukai perasaan orang lain. Betul-betul ketika kita mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran dapat menambah manfaat untuk orang lain. Tidak ada yang sampai merasa tertindas dan tidak ada yang merasa tersinggung,” jelasnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (03/11/2021).
Masyarakat juga harus mematuhi undang-undang ITE yang mengatur tentang media sosial, komunikasi dalam media sosial. Undang-undang No. 11 tahun 2008 yang kemudian sekarang diperbarui dengan undang-undang No. 19 tahun 2016. Di sana sudah ada penjelasan bagaimana seharusnya kita bermedia sosial dan ada sanksi hukum. Terutama ada di pasal 27 dan 28.
Seberapa penting etika ini? Harus disadari jika tanpa etika, kita tidak pernah tahu dunia maya ini akan menjadi seperti apa. Semua akan bebas tidak akan ada kedamaian. Akan ada adalah perselisihan-perselisihan, baik itu rohani maupun jasmani.
Beberapa dampak ketika kita tidak dapat mampu berkomunikasi menggunakan etika. “Ketika kita melakukan komunikasi dengan orang lain, ada beberapa dampak bahkan dampak itu bisa sampai tindakan bunuh diri. Maka kita harus waspada jangan sampai kita melakukan ujaran kebencian di ruang maya,” ungkapnya.
Maka dari itu setiap pengguna internet wajib untuk menggunakan bahasa yang sopan. Saat mengetik komentar hindari menggunakan huruf kapital sebab itu dapat dianggap sebuah ungkapan yang pemarah kemudian hindari dorongan untuk menyerang pribadi. jangan jadikan ruang digital ini sebagai tempat untuk menegur secara terang-terangan pikirkan bagaimana perasaan orang lain dan posisikan diri kita sebagai dia.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Byarlina Gyamitri (Konsultan SDM), Geri Sugiran (Relawan TIK Indonesia), Chiara Chaisman (Analyst Merchandiser), dan Aflahandita sebagai Key Opinion Leader.