Etika digital sebagai nilai, norma dan moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan etiket tata cara individu berinteraksi dengan individu lain. Beberapa contoh bagaimana kita beretika di internet, misalnya apabila mengutip dari internet kutiplah seperlunya, jangan mengirim file berukuran besar melalui attachment tanpa izin terlebih dahulu dari penerima pesan atau berhati-hati dalam melanjutkan email ke orang lain.
Sementara untuk etiket berinternet itu bagaimana kita membiasakan menuliskan subjek email untuk mempermudah menerima pesan, menghargai privasi orang lain dan hak cipta mereka serta tidak menggunakan kata-kata yang jorok dan vulgar.
Lantas, bagaimana etika digital bagi para akademisi. Ada satu hal yang kita kenal dengan plagiarisme. Bagi mahasiswa dalam membuat artikel ataupun penelitian yang akan dipublikasikan itu tidak lepas bagaimana dia mencari data, informasi dan referensi dari internet dalam bentuk e-jurnal, e-book.
“Banyak mahasiswa yang belum mengenal plagiarisme, sehingga bagi mereka boleh mengambil karya orang lain menjadi karya mereka. Ini mungkin dikarenakan habit atau faktor lain. Kalau ada tugas membuat makalah lalu membuka internet dan hanya sekedar copy paste mulai dari selembar, dua lembar hingga seluruh isi makalah ini itu hasil dari karya orang lain. Itulah yang dinamakan plagiat itu di dalam akademisi tidak diperbolehkan untuk melakukan plagiat seperti itu,” jelas Anggy Pradiftha, dosen NusaPutra University saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (03/11/2021).
Hal ini menjadi etika dalam menggunakan media digital sebagai akademisi ketika mencari referensi tidak boleh satu sumber referensi itu dicontek kata-kata dan kalimatnya sama persis secara total. Plagiarisme ini melanggar undang-undang dan ada legalnya, mayoritas dalam bentuk tulisan ataupun karya lain seperti karya musik dan penciptaan lain.
Anggy memberikan beberapa tips yang mungkin yang dapat digunakan oleh siswa agar tidak terjadi plagiat. Pertama sertakan kutipan yang dicantumkan pada daftar referensi jika mengutip dari buku, jangan lupa sebutkan judul buku tersebut. Catat berbagai sumber daftar pustaka, jadi daftar pustaka ini adalah sumber-sumber bacaan kita yang selama ini dibaca namun tidak diikuti dalam tulisan kita.
Selanjutnya lakukan parafrase yaitu menggunakan susunan kalimat sendiri. “Jika kita menemukan tulisan yang bagus yang dapat kita lakukan adalah kita bisa mengambil inti dari tulisan tersebut lalu menulis kembali. Topik dan idenya tetap sama namun berbeda susunan kalimat dan pastinya ini menjadi sebuah karya orisinil meskipun ide milik orang lain. Kita hanya sebatas terinspirasi dari karya orang lain,” ungkapnya.
Bisa melakukan interprestasi yakni mencari pendapat lain sebagai pembanding dan terakhir gunakan aplikasi anti plagiarisme. Dia mengaku menggunakan Turnitin, jadi setiap karya yang sudah dibuat dapat dicek kembali di dalam aplikasi. Nanti akan terlihat ada berapa persen karya kita ini yang merupakan hasil dari plagiat. Biasanya yang diterima itu yang di bawah 20% jika di atas 20% masih kurang bagus.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Billy Kwanda (Entrepreneur), Littani Wattimena (Brand & Communicator Strategist), Alfret Nara (Praktisi IT), dan Tresia Wulandari sebagai Key Opinion Leader.