Tantangan atau resistansi dari kehidupan bermasyarakat yang sudah sangat kompleks. Kita dapat bertemu dengan orang yang kita ketuk secara digital dengan orang yang kita tidak tahu budayanya.
Bagi warganet harus dapat bertoleransi sebab di dunia digital hadapi mungkin seseorang yang beragama berbeda ataupun agamanya atau memegang aliran kepercayaan tertentu. Dari suku bangsa tertentu yang punya budaya.
Ririn Dwi Agustin, wakil dekan I Universitas Pasundan mengatakan, selain saling menghormati juga harus berbesar hati, perbedaan lain yang sering terlupakan seperti lokasi juga waktu yang berbeda. Untuk setiap perbedaan itu, masyarakat masih memiliki Pancasila yang tetap menjadi nilai menjadi acuan bagi bangsa Indonesia untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di ruang digital.
“Kalaupun kemudian dianggap sulit rasanya, anak zaman sekarang mungkin tidak merasa perlu pandangan seperti itu karena sedang mencari identitas. Jika kita hadir di sebuah wilayah global tanpa identitas, kita orang Indonesia dapat menampilkan apa ciri khas kita. Pancasila ini bisa menjadi comparative advantage. Internet ini sangat mendukung orang yang pahamnya globalis tapi jangan seperti itu, rasa nasional harus dipertahankan. Sebab inilah tanah air kita, kita hidup dan dilindungi di negara ini,” jelasnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (05/11/2021).
Ririn menambahkan, kita harus bisa mempertahankan kehidupan-kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila yang mengutamakan persatuan Indonesia. Sila ke-2 itu mungkin masih universal, sila ke-4 mengajarkan kita harus peduli dengan pemerintah karena sudah semakin terbuka dengan informasi publik. Jangan hanya menyalahkan pemerintahan karena sejatinya, masyarakat dapat mengontrol, melihat informasi publik yang dipasang di setiap website kementerian dan bisa mengkritisi.
Pemerintah juga harus membuka jalur komunikasi yang bagus. “Kita harus bersama-sama bergotong-royong membangun ruang digital yang produktif dengan kecakapan agar tetap produktif. Tetap melihat dampaknya, nanti harus aman dan praktis,” jelasnya.
Ini perlu disadari, persoalan terbesar di dalam budaya ini adalah masalah komunikasi dengan informasi digital. Setiap orang dapat membuat konten sehingga menjadi lautan informasi dan hutan informasi itu membuat kita tersesat. Persoalan informasi juga amat penting, jangan sampai di era informasi yang mudah didapat ini justru masyarakat menerima dampak buruk dari informasi.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Muh. Nurfajar Muharrom (Relawan TIK Indonesia), Aidil Wicaksono (Kainzen Room), Tetty Kadi (Aktris Senior), dan dr. Maichel Kainawa sebagai Key Opinion Leader.