Literasi digital erat kaitannya dengan kebutuhan sehari-hari, bukan hanya mencari, menggunakan dan menyebarkan informasi. Tetapi diperlukan kemampuan membuat dan mengevaluasi untuk mendapatkan pemahaman yang bertanggung jawab terhadap masyarakat.
Bertanggung jawab yang dimaksud yakni tidak asal dalam membagikan setiap informasi yang datang. Sebab akan banyak sekali informasi yang hadir saat kita mengakses internet. Sikap berliterasi digital ini kaitannya dengan kita harus bertanggung jawab juga terhadap masyarakat.
Ruang digital akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan perbedaan kultur sehingga sangat mungkin akan menciptakan standar baru tentang etika. Perbedaan kultur bukan hanya soal berbeda suku bangsa. Tetapi dalam lingkup pertemanan, lingkup sosial pun ada kultur-kultur yang menjadi ciri khas masing-masing dan kita harus bisa menyadari hal tersebut.
Misalnya dengan grup WhatsApp temen-temen alumni sekolah wah kita dulu tentu berbeda dengan grup WhatsApp sekolah anak kita. Maka kita wajib memiliki etika untuk memiliki kemampuan dalam menyadari, menyesuaikan lirik dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari.
Rolla Fardila, guru SMAN 1 Cikancung, Bandung Timur menjelaskan, di dalam etika ada etika tradisional dan etika kontemporer atau online. Etika tradisional menyangkut tata cara lama kebiasaan dan budaya masyarakat yang dijadikan pedoman. Sedangkan etika kontemporer menyangkut tata cara kebiasaan dan budaya yang berkembang karena teknologi memungkinkan pertemuan sosial budaya yang lebih luas dan global.
“Teknologi ini menjadi acuan supaya kebiasaan kebiasaan ini bisa berkembang. Bagaimana kita dapat lebih bersosialisasi lebih luas lagi. Misalnya dengan orang-orang yang ada di luar negeri. Kita akan mampu berinteraksi dengan lebih baik lagi,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (08/11/2021).
Netiket atau etika dalam berinternet juga memiliki aturan dasar seperti menyadari bahwa kita berinteraksi dengan sesama manusia di ruang digital. Kenali aturan main di tempat kita berada dan tampilkan jejak digital yang baik juga selalu berbagi hal yang bermanfaat. Kita harus selalu memperhatikan opini dan emosi kita, hargai privasi orang lain dan dan jadi orang yang pemaaf.
Setelah mengetahui etika-etika dalam ruang digital saatnya kita berkarya yang produktif. Dengan cara menghadirkan citra diri dalam media sosial. Coba untuk mengisi biodata secukupnya yang memperlihatkan potensi dan kesan yang dibangun. biasanya di akun media sosial kita ada kolom untuk kita menceritakan siapa diri kita. Tidak perlu terlalu lengkap hanya nama atau nama panggilan kemudian apa yang kita ingin lakukan untuk hal-hal produktif di ruang digital.
Kita harus juga harus memiliki inspirasi yang bisa menyemangati kita dalam membuat karya digital maka ikuti Content Creator yang sesuai dengan gaya dan keterampilan kita. Mereka bisa menjadi inspirator dan juga kita bisa banyak belajar dari ide, cara membuat konten dan terus semangat mereka dalam berkarya.
Kita juga harus mempersiapkan konten dengan matang sesuai tema dan tujuannya. “Meskipun pemula namun tetap persiapan itu sangat penting saat kita membuat konten. agar apa yang kita ingin tampilkan itu dimengerti oleh audiens ditambah pesan yang kita bawakan juga sampai kepada mereka,” jelasnya.
Tentunya dalam berinteraksi kita harus menggunakan bahasa yang baik dan sopan. bahasa saat di dalam konten maupun membuat caption atau juga saat sedang berbalas komentar dengan audien. Peningkatan kompetensi dengan mengikuti pelatihan baik online maupun offline. Digital skill entah hard skill maupun soft skill harus selalu diperbaharui, seiring dengan kemajuan teknologi yang dinamis. Maka, tidak ada salah kita juga sering upgrade kemampuan diri.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Katherine (Owner organicrush), Rizky Aliyya Julianda (Instruktur Edukasi4ID), Sugiarti (Instruktur Virtual Coordinator Training Jawa Barat), dan Benito sebagai Key Opinion Leader.