Konten negatif di media sosial sudah sangat mengkhawatirkan, ujaran kebencian di media sosial yang dilakukan oleh warganet Indonesia masih tinggi. Sering terlihat bagaimana orang dengan mudahnya dia mencerca, menghina atau marah-marah padahal konon diskriminasi katanya sudah menurun.
Ni Made Ras Amanda, dosen Universitas Udayana menyebut bullying juga masih banyak di media digital. Menurutnya, ada 47% pengguna internet di Indonesia pernah terlibat dalam kasus-kasus bullying.
“Hampir setengahnya sudah pernah terlibat, dalam artian bukan menjadi korban tetapi dia melihat temannya di-bully, dia pernah mendengar, menyaksikan, membaca bagaimana terjadinya proses bullying terhadap para pengguna atau netizen lainnya dan beberapa juga pernah menjadi target bullying. Kasihan jika kita pikirkan dampak ke depannya,” ungkapnya saat mengisi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (11/11/2021).
Penyebab masyarakat Indonesia seperti itu karena mudah emosi, terkadang juga terbawanke dunia nyata. Ada sekelompok remaja berkelahi di Tana Toraja akibat saling ejek di media sosial. Kemudian ada remaja putri duel di got karena story WhatsApp. Demi subscriber, tiga remaja unggah video hoaks perkelahian di Mojokerto. Semua yang ada di media sosial tidak disaring lagi, semua ucapan dan unggahan ada baiknya diperhatikan baru disebar di ruang digital.
Oleh karena itu, Amanda mengajak seluruh masyarakat bijak bermedia digital. Jangan lupa semua yang ada di media digital semua yang ada di Google, yang ada di YouTube itu memiliki hak cipta. Jadi kalau kitak lihat foto di akun orang itu berarti ada hak cipta.
“Jadi kita harus menyertakan sumber, itulah kita memiliki etika. Kalau kita ingin meminjam barang harus katakan kepada orangnya. Minimal kita kasih tahu ini punya siapa. Begitu juga saat sedang mengerjakan tugas, mencari bahan di Google keluar nih pendapat orang. Itu juga tetap harus kita kutip dengan benar karena itu adalah ide dan pendapat orang bukan ide atau pendapat kita,” jelasnya.
Sederhananya, bijak kita berinteraksi memiliki etika dimulai saat membuat akun. Kita harus menggunakan identitas yang asli kalau pakai foto pakai foto kita jangan foto orang lain. Tidak lupa foto kita juga jangan terlalu banyak filter apa adanya saja diri kita begitu juga saat mendeskripsikan mengenai diri.
Kemudian gunakan bahasa yang sopan saat berinteraksi apabila dia di ruang publik yang ruang publik itu berarti anda komen itu bisa dilihat oleh banyak orang. Jika melalui jaringan pribadi layaknya berbicara dengan orang bertemu langsung.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Oktavian Jasmine (COO of Prospere Food), Byarlina Gyamitri (Konsultan Pemberdayaan SDM), Xenia Angelica Wijayanto (Anggota Japelidi), dan Sarah Hutagalung sebagai Key Opinion Leader.