Coba kita perhatikan dengan seksama saat belajar atau bekerja dalam waktu tiga jam, berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk bermedia sosial? Berapa waktu yang dipakai efektif untuk melakukan kewajiban aktivitas dan berapa waktu yang dipakai untuk membuka media sosial media? Berapa persenkah perbandingannya? Lebih banyak mana menyelesaikan tugas atau membuka konten-konten di media sosial?
Hal tersebut ditanyakan oleh Laelasari, dosen Universitas Gunung Djati Cirebon saat berdiskusi pada webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (16/11/2021).
Sebab, menurutnya media digital saat ini kerap menjadi distraksi kita dalam melakukan aktivitas. Mulai sekarang kita harus merefleksi diri apa yang harus kita lakukan. Apakah waktu kita habis dengan bersosial media saja ataukah nanti ada di akan lebih banyak lagi belajar atau bekerja? Kini memang trennya seperti itu, semua tidak dapat lepas dari gawai. Mereka, sekarang di mana-mana sibuk menggunakan gawai untuk membuka Facebook atau Instagram.
Indonesia berada dalam peringkat keempat untuk pengguna internet di Asia, cukup mencengangkan ternyata kita ini banyak sekali memanfaatkan teknologi. Dipastikan juga akan banyak interaksi yang terjadi di dalamnya.
“Sehingga masyarakat Indonesia membutuhkan Netiket etika berinternet yakni kondisi dimana komunikasi terjadi antar-individu dalam sebuah dialog. Misalnya pada komunikasi menggunakan email dan chatting secara pribadi. Ada juga netiket pada one to many communication kondisi dimana satu orang bisa berkomunikasi dengan beberapa orang sekaligus misalnya pada sebuah forum diskusi online, mailing list dan lainnya” jelasnya.
Dengan kondisi seperti ini, di mana semua sudah menggunakan media sosial untuk berinteraksi pastikan kita harus menjaga privasi. Kita jangan membocorkan password kita kepada orang yang memang tidak layak kita berikan. Kemudian jangan memposting hal-hal yang bersifat rahasia mengenai diri kita juga menjelekkan orang lain. Tidak perlu juga di media sosial, menyindir. Karena menjadikan cerminan diri kita pada saat kita bersosial media.
“Dalam kondisi yang curhat begitu nanti orang lain itu belum tentu simpati, belum tentu ada yang simpati. Contoh lihat di Instagram ada orang yang melihat instastory dan berapa banyak orang yang berkomentar dengan status yang sama pada pada kiriman cerita ataupun pada postingan di feed Instagram,” ungkapnya.
Berbeda, yang komentar dan hanya lihat saja menunjukan tidak banyak yang ingin berkomentar sekedar memberi semangat. Jadi, sebaiknya di media sosial itu tempat untuk bersenang-senang saja. Minimal kita hanya membagikan hal yang bermanfaat dapat menginspirasi orang lain atau juga menghibur.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Diana Balienda (Trainer Digital), Tetty Kadi (Aktris Senior), Yoseph Hendrik (dosen IT Tarakanita), dan Marcella Vionita sebagai Key Opinion Leader.