Netiket atau etika dalam mengakses internet itu harus pengguna internet lakukan saat berada di ruang virtual. Dunia virtual banyak yang merasakan bebas tanpa sekat dan karenanya dunia ini tidak mengenal dari mana seorang berasal, kapan kita berbicara. Karena kita terhubung dengan isi penjuru dunia maka seakan-akan tidak ada kontrol dan seakan-akan serba boleh.
Amat Misnadi, wakil kepala sekolah bagian humas SMAN 5 Kota Bandung mengatakan, jika gagap terhadap media digital yang terjadi seseorang merasa bebas dapat berbicara apa saja dan berbuat sesukanya. Bahkan ketika itu menyentuh hal-hal yang tidak etis, dia ngomong kasar dia caci maki, ngomongin SARA dan lebih diperparah lagi dengan bisanya kita membuat akun akun yang anonim. Jadi kita bisa berlindung seakan-akan begitu.
“Kemudian banyak juga orang yang seakan-akan menjadi pemimpin atau pengontrol dan menilai dirinya sendiri. berpikiran bahwa seakan-akan ini dunia digital. Maka tindakan apapun yang bisa dilakukan tidak ada yang ngatur atau tidak ada yang ngontrol. Padahal tidak seperti itu,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (23/11/2021).
Semuanya, dapat terjadi di platform media sosial yang digunakan, kalau di dunia ini yang masih paling banyak adalah pengguna Facebook kemudian YouTube, WhatsApp. Sedangkan, di Indonesia banyak digunakan adalah di YouTube kemudian WhatsApp, Instagram, Facebook, dan seterusnya.
Menurutnya, yang harus diperhatikan oleh para pengguna media digital. Ingat kalau kita sedang interaksi apapun platform digital yang digunakan kita masih ingat bahwa yang kita ajak interaksi manusia sehingga bagaimanapun kita harus memperlakukan mereka sebagai manusia. Karena kita interaksi sesama manusia dan platform digital hanya semacam platform virtual yang kita migrasi ke sana. Maka sesungguhnya standar perilaku yang ada di internet juga sama dengan standar perilaku yang berlaku di kehidupan nyata.
Kemudian, di mana kita berada? Jadi harus paham setiap aturan mainnya supaya kita mengerti dengan aturan main di daerah tersebut.
Hormati waktu dan bandwidth orang lainnya meski kita bisa terhubung dengan teman yang ada di Rusia, Amerika di Perancis atau di mana saja. Ketika kita perlu bantuannya kita harus menghormati waktu dan energi yang digunakan. Pastikan efektif, efisien, dan yang bersangkutan berhak menyetujui dengan komunikasi yang terjalin.
“Pastikan diri kita terlihat, jadi kalau menggunakan bahasa perhatikan grammar sama ejaannya supaya orang paham apa yang kita katakan. Kemudian masuk akal dengan apa yang kita sampaikan,” jelasnya.
Bagikan pengetahuan yang kita miliki, biasa beberapa anak aktif di aplikasi brainly. Banyak orang mencari jawaban di aplikasi tersebut. Namun tidak sedikit pula siswa yang masuk brainly untuk memberikan jawaban. Tentu itu suatu yang keren membantu banyak orang, dengan kamu aktif di sana apa yang kita tahu kita harus bagikan.
Kemudian yang berikutnya dunia digital banyak yang berkaitan dengan hal provokatif. Upaya yang kita lakukan adalah tetap tenang jika kita melihat hal provokatif, tidak terpengaruh bahkan tidak mudah berkomentar saat sedang emosi. Begitu juga saat ada ujaran kebencian yang datang kepada kita, sebaiknya kita tidak meladeni atau kita jangan membalasnya. Ruang virtual bukan ajang untuk untuk berdebat sebaiknya hindari hal yang seperti ini.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Ryzki Hawari (Founder Attention Indonesia), dr. Frendy Winardi (Founder Royals Rejuvia), Ranita Claudiya Akerina (Training Officer PT. Equine Global), dan Ida Rhynjsburger sebagai Key Opinion Leader.