Kejahatan seksual menjadi permasalahan yang tak kunjung usai di dunia nyata dan dunia maya. Salah satunya aialah predator seksual, yakni seseorang yang ingin melakukan kontak seksual secara kasar.
Predator online banyak mengincar anak dan remaja karena dianggap rentan untuk dieksploitasi secara seksual. Isu ini harus diwaspadai, terlebih pada kegiatan online anak dan remaja. Data ECPAT Indonesia tahun 2018, terdapat 150 kasus eksploitasi seksual anak.
“Akses mudah dan anonim membuat pelaku bisa menyembunyikan identitas dan menyamar menjadi orang lain padahal dia adalah pemangsa,” jelas Tetty Kadi anggota DPR RI 2009-2014 dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (25/11/2021).
Tetty menyampaikan, gaya predator online banyak memikat anak dan remaja lewat percakapan hobi. Kemudian, lanjut ke arah percakapan seksual hingga akhirnya meminta bertemu secara langsung. Tak jarang, predator meminta kiriman materi cabul dari anak dan remaja. Grooming menjadi salah satu modus yang sering digunakan predator kepada korban.
Tanda-tanda apabila anak sudah terkena jeratan predator, anak lebih banyak menghabiskan waktu online. Mereka juga merahasiakan tentang perilaku online mereka. Anak sering kali menggunakan dan mengakses internet jauh dari orang tua, serta menjadi tidak stabil secara emosional. Pada anak dan remaja, orang tua sebaiknya menyampaikan kepada anak untuk tidak terlalu mengumbar informasi pribadi berlebihan di media sosial.
“Jangan pernah mengatur untuk bertemu dengan seseorang yang kamu temui secara online. Bila merasa tidak nyaman saat online, sebagai anak kamu harus segera memberitahukan kepada orang tua atau orang dewasa lainnya,” ungkapnya.
Sebagau orang tua, kita harus tegas dan menyepakati aturan bermain media sosial dengan anak. Gunakan software khusus untuk melakukan pengawasan pada anak. Meski tidak ada cara untuk menghindari risiko online sepenuhnya, kita bisa memahaminya serta mengambil tindakan untuk meminimalkan risiko tersebut. Bekali anak informasi untuk menghadapi ancaman apapun di dunia online.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Siti Nur (Dosen Teknik Informatika Universitas Islam Nusantara), Aristyo Hadikusuma (Director at Otinesia), Esa Firmansyah (RTIK Indonesia), dan Clarissa Darwin sebagai Key Opinion Leader.