Para generasi muda Indonesia yang masih duduk di bangku sekolah, salah satu pengajaran yang diberikan yakni pendidikan karakter. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 21 tahun 2015 tentang budi pekerti. Pendidikan karakter turut memberikan andil yang kuat dalam penanaman nilai-nilai nasionalisme pada anak-anak.
Pendidikan karakter juga tidak hanya diperoleh melalui pendidikan dan di sekolah tetapi juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Maka dari itu kita harus memiliki satu saringan yakni bagaimana menjadikan pelajar ini sebagai pelajaran Pancasila.
Paeran, Kepala SMPN 9 Depok menjelaskan, terdapat profil pelajar Pancasila itu menjaga yang terbaik dari bangsa. Kita memiliki dasar yang kuat untuk menangkal negatif dan bisa menyampaikan dengan baik. Setidaknya ada enam profil belajar Pancasila itu, pertama beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
Bagaimana para pelajar ini dapat menjalankan agamanya dengan baik berhubungan dengan Tuhannya dan juga dengan sesama manusia. Beriman dan berakhlak mulia ini tentu harus tercermin bukan hanya dalam kehidupan nyata namun juga saat di ruang digital. Saling menghormati sesama pengguna internet merupakan salah satu hal contoh dari profil belajar Pancasila ini.
Kedua berkebhinnekaan global, Indonesia sudah terbiasa dengan segala perbedaan menghargai setiap perbedaan itu termasuk secara lebih luas lagi. “Kita memiliki penangkal yakni harus tahu bagaimana pengetahuan di daerah lain. berkebhinekaan Global yang seharusnya memang dipelajari sejak dini sehingga tidak terjadi di antara kita antara antar agama itu harus saling menghargai dan menghormati,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Jumat (26/11/2021).
Ketiga yakni bergotong-royong sebagai manusia yang hidup di wilayah Indonesia ini harus mengerti mengenai kebudayaan gotong royong sejak dulu. Sejak zaman nenek moyang kita dan kini giliran kita untuk terus melestarikan kebudayaan gotong royong seperti saling membantu, peduli, dan lainnya. Kaitannya dengan dunia digital, gotong royong ini juga masih dapat dilakukan seperti dengan melakukan gerakan untuk membantu saudara-saudara yang sedang kesulitan. Gotong royong untuk sama-sama bermanfaat melalui sarana media digital.
Berikutnya mandiri, maksudnya adalah kita mampu menghadapi segala pengaruh terhadap segala informasi di media digital. kita perlu menjaga kemandirian kita dan tanggung jawab kita tidak senam anak dan kita mampu memilah informasi mana yang baik untuk kita konsumsi atau kita bagikan di ruang digital. Profil pelajar Pancasila ke-5 adalah bernalar kritis, ketika di media sosial kita banyak membaca menonton dan mendengar segala informasi yang ada wajib bagi mereka untuk bisa memiliki sikap kritis untuk melihat segala sesuatu.
“Tidak langsung percaya dengan apapun informasi dan berita sebelum kita sendirian mengeceknya dan melihat sebuah kebenaran itu. Jangan sampai mereka mempercayai hoaks, menjadi korban penipuan atau penyebar dari hoaks itu sendiri,” jelasnya.
Terakhir bagaimana para pelajar ini memiliki kreativitas, apalagi di era digital saat ini segala akses kemudahan dapat mereka dapatkan. Ide itu dapat mudah didapatkan dengan melihat karya orang lain mereka dapat terinspirasi apapun dapat dibuat asalkan masih konten positif. Perlu diingatkan dalam kreativitas jangan lupa untuk selalu mengutamakan originalitas, semua berdasarkan ide sendiri kalaupun memang terinspirasi dari orang, jangan lupa menyebutkan sumber yang menjadi inspirasi kita.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Diana Balienda (Digital Trainer), Ridho Wibowo (Instruktur Virtual Coordinator Training Jawa Barat), Sukmawati Zulkifli (Wakil Kepala SMPN 9 Depok), dan Diza Gondo sebagai Key Opinion Leader.