Masyarakat sebagai pengguna internet harus paham hak-hak digital mereka. Bagaimana mereka dapat mengakses internet dan harus ada ketersediaan seperti kuota, handphone dan lain-lain. Jadi kepemilikan akses layanan seperti internet ataupun perangkat teknologi yang lainnya.
Ada juga jaminan hak untuk berekspresi namun ada pembatasan tertentu jadi tidak sepenuhnya bebas di ruang digital. Ada konten yang akan diblokir atau konten-konten yang difilter seperti layanan video asusila dan hal negatif lain yang dibatasi oleh Telkom atau Kominfo.
Kita bebas memberikan informasi kepada siapapun tapi tentunya harus yang bermanfaat. Misalnya seperti di Garut sedang ada musibah banjir. Pemberian informasi ini dapat cepat dan tepat dilakukan untuk dapat pemantauan dari pihak kepolisian ataupun dari pihak para pejabat.
Agus Mulyana, guru SMKN 4 Garut mengatakan, kita harus memahami bagaimana mengutarakan namun sesuai fakta. Apalagi yang berkaitan dengan banyak orang. Untuk bencana banjir ini harus kita ketahui apakah ada korbannya sudah banyak atau memang tidak ada korban.
“Nah itu harus ada yang tanya tadi jelas dulu apakah itu benar atau tidak informasinya, cek dulu ke lokasi baru kita sebarkan informasi di media sosial. Itu yang disebut dengan citizen Journalism. Pewarta warga meskipun kita bukan jurnalis diharapkan memberikan informasi seakurat mungkin,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (29/11/2021).
Saat berekspresi di ruang digital kita tidak boleh menginjak-injak orang lain maksudnya melukai atau merusak reputasi orang lain. Jangan karena kita merasa punya hak atas informasi, lantas kita dengan gampang menyebarluaskan rahasia pribadi orang lain atau bahkan dokumen-dokumen penting yang sensitif. Ingat batasan hak digital sama saja dengan hak mengakses informasi, berekspresi atau mengungkapkan pendapat pada umumnya, sehingga jangan sampai menimbulkan keresahan, mengacuhkan ketertiban, membuat huru-hara dan menghasut orang lain.
Hak ini berlaku tentu untuk semua warga negara Indonesia dan manusia yang ada di ruang digital sekalipun mereka adalah seorang public figure yang konon menjadi milik masyarakat. Meskipun mereka digemari banyak orang dan merasa menjadi bagian dari masyarakat tetapi mereka tetap manusia yang memiliki privasi kita tidak berhak untuk menyebarluaskan data informasi yang mereka tidak inginkan.
“Begitu juga saat kita berkomentar, kita memang bebas berekspresi tapi jangan disalahgunakan karena ruang di kita tetaplah ruang publik. Kita harus tetap berbahasa yang baik dan menciptakan uang digital yang beradab dan berbudaya,” ujarnya.
Berkomentar dan berekspresi yang santun seperti budaya Indonesia, jika kita melakukan itu berarti kita sudah berbudaya Pancasila. Pancasila bukan tentang hafalannya saja namun wujud dari setiap silanya.
Sila ke-1 mengajarkan mengenai cinta kasih toleransi dengan sesama masyarakat Indonesia meskipun berbeda keyakinan. Lalu di sila ke-2 diajarkan mewujudkan kesetaraan dan solidaritas berbuat kemanusiaan yang adil tidak merendahkan satu sama lain dan tidak ada yang menjadi minoritas atau mayoritas.
Harmoni diwujudkan dalam sila ke-3, bagaimana mengutamakan kepentingan negara dibanding dengan kepentingan golongan ataupun dirinya sendiri. Kebebasan berekspresi dan berpartisipasi dengan wujud demokrasi sesuai dengan sila ke-4, ini layak untuk terus dilakukan di ruang digital.
Terakhir sila ke-5 mengenai gotong royong dan tolong-menolong juga masih sangat bisa dilakukan di ruang digital dengan berbagai Cara kita dapat membantu orang yang hanya dengan membuat status di media sosial. Saling membantu dan gotong royong untuk hal-hal yang baik positif dan gerakan yang saling menyemangati Itu adalah sebuah ajaran dari Pancasila. Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (29/11/2021) juga menghadirkan pembicara, Atin Taufik (Ketua MGMP Kota Depok), Rizky Aliyya Julianda (Instruktur Edukasi4ID