Presiden Prabowo Subianto secara resmi meresmikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di Istana Merdeka pada Senin, 24 Februari 2025. Pembentukan lembaga ini bertujuan untuk menyatukan aset-aset BUMN dalam sebuah superholding guna meningkatkan investasi strategis dan memperkuat perekonomian nasional.
Dalam pidatonya, Prabowo menekankan bahwa Danantara bukan sekadar merger aset, tetapi sebuah langkah besar untuk memanfaatkan potensi besar yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan pelat merah. Ia optimistis bahwa pengelolaan investasi yang lebih terstruktur akan membawa dampak positif bagi daya saing ekonomi Indonesia di tingkat global.
Namun, peluncuran Danantara diwarnai dengan respons pasar yang cukup dinamis. Tak lama setelah peresmian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengalami tekanan. Pada pukul 10.10 WIB, IHSG tercatat melemah 0,52%, turun 35,24 poin ke level 6.767,75. Padahal, di awal perdagangan, indeks sempat bergerak naik hingga menyentuh level tertinggi di 6.818,79 sebelum akhirnya merosot ke titik terendah di 6.743,89.
Kondisi pasar yang bergejolak terlihat dari pergerakan saham yang didominasi tren negatif. Sebanyak 322 saham mengalami koreksi, sementara 240 saham stagnan, dan hanya 206 saham yang berhasil mencatatkan kenaikan. Fluktuasi ini menunjukkan bahwa pelaku pasar masih mencermati dampak pembentukan Danantara terhadap sektor investasi dan bisnis nasional.
Meski IHSG secara keseluruhan melemah, beberapa saham BUMN justru bergerak positif dalam sesi perdagangan pagi. Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) tercatat naik 0,51% ke Rp3.910, sementara PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) melonjak 0,99% menjadi Rp3.060.
Di sisi lain, tidak semua saham BUMN mengikuti tren penguatan tersebut. Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) justru turun 0,49% ke Rp5.050, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) merosot 0,75% ke Rp2.630, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mengalami koreksi 0,47% ke Rp4.280.
Fluktuasi yang terjadi di pasar saham menunjukkan bahwa investor masih menyesuaikan diri dengan kebijakan baru yang diperkenalkan melalui Danantara. Meski demikian, pemerintah tetap optimistis bahwa dalam jangka panjang, superholding ini akan membawa manfaat besar bagi ekonomi nasional dan menarik lebih banyak investasi asing.