Industri baja dalam negeri kembali menjadi sorotan setelah data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren peningkatan impor besi dan baja sejak 2020. Total impor yang awalnya mencapai 11,4 juta ton terus meningkat hingga mencapai puncaknya di 2022 dengan angka 14,1 juta ton, sebelum sedikit menurun pada 2023 menjadi 13,8 juta ton. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri dalam negeri, terutama mengingat Indonesia tengah giat melakukan pembangunan yang seharusnya menjadi peluang bagi produsen baja lokal.
Ketua Komisi VI DPR RI, Eko Hendro Purnomo, menegaskan pentingnya perlindungan bagi industri baja nasional agar tidak terus tergerus oleh impor. Ia juga menyoroti peran pemerintah dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dalam menyokong industri ini. Menurutnya, dalam 10 tahun ke depan, kebutuhan baja di Indonesia akan meningkat pesat seiring proyek-proyek besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), jalan tol, serta pengembangan transportasi massal.
“Dalam 10 tahun ke depan, negara kita sedang membangun, kebutuhan bajanya sangat banyak, seharusnya ini menjadi peluang bagi industri baja nasional. Dukungan dari pemerintah dan terutama Himbara juga harus berperan dalam menyokong industri baja. Industri baja nasional harus mendapatkan perlindungan, bukan hanya business to business, tapi juga government to government,” ujarnya pada Kamis (13/3/2025).
Di sisi lain, Direktur Utama Krakatau Steel, Muhamad Akbar Djohan, tetap optimistis terhadap masa depan industri baja Indonesia. Menurutnya, tingkat konsumsi baja di Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang stabil, diproyeksikan meningkat sekitar 4,6% per tahun. Hal ini didorong oleh sektor konstruksi, infrastruktur, dan manufaktur yang terus berkembang. Pemerintah juga telah mencanangkan berbagai proyek infrastruktur besar yang semakin memperkuat permintaan baja di dalam negeri.
Data dari Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) menunjukkan bahwa konsumsi baja nasional terus bertumbuh dari 15,0 juta ton pada 2020 menjadi 18,3 juta ton pada 2024. Dengan tren ini, banyak pihak berharap produksi baja lokal dapat semakin ditingkatkan agar tidak tergantikan oleh impor, yang berpotensi melemahkan industri dalam negeri.
Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk melindungi industri baja nasional, baik melalui kebijakan proteksi perdagangan maupun insentif bagi produsen baja lokal. Jika tidak, pertumbuhan sektor ini bisa tertahan dan Indonesia akan semakin bergantung pada impor, yang justru menghambat kemandirian industri strategis dalam negeri.