Nilai tukar rupiah kembali tertekan dan mencatatkan pelemahan signifikan pada perdagangan tengah hari ini, Rabu (19/3). Rupiah merosot 0,64% dibandingkan penutupan sebelumnya, turun dari Rp 16.428 ke Rp 16.533 per dolar Amerika Serikat (AS). Dengan depresiasi ini, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia.
Pelemahan rupiah terjadi di tengah sentimen global yang kurang mendukung, termasuk ketidakpastian kebijakan moneter AS serta tekanan dari arus modal asing yang terus keluar dari pasar negara berkembang. Investor semakin cemas terhadap arah kebijakan Bank Sentral AS (The Fed), yang masih mempertahankan suku bunga tinggi untuk menekan inflasi.
Tak hanya rupiah, beberapa mata uang Asia lainnya juga mengalami koreksi. Yen Jepang mengalami pelemahan 0,2%, sementara yuan China terkoreksi 0,16%. Won Korea Selatan juga ikut tergelincir sebesar 0,14%, sementara dolar Taiwan melemah 0,12%. Mata uang lain seperti dolar Singapura mengalami penurunan 0,1%, sedangkan baht Thailand turun tipis 0,05%. Dolar Hong Kong mencatat pelemahan paling kecil dengan koreksi hanya 0,01%.
Di sisi lain, beberapa mata uang Asia justru menunjukkan ketahanan. Ringgit Malaysia menjadi mata uang dengan kinerja terbaik setelah menguat 0,33% terhadap dolar AS. Peso Filipina juga mengalami kenaikan sebesar 0,1%, sementara rupee India mencatatkan penguatan tipis 0,04%.
Melemahnya rupiah turut dipicu oleh defisit neraca dagang yang lebih besar dari ekspektasi. Data terbaru menunjukkan bahwa impor Indonesia meningkat tajam, sementara ekspor mengalami stagnasi akibat permintaan global yang melemah. Hal ini memperburuk tekanan terhadap mata uang domestik.
“Investor melihat risiko yang meningkat di pasar negara berkembang, terutama dengan ketidakpastian global yang masih tinggi. Tekanan terhadap rupiah masih akan berlanjut selama dolar AS tetap kuat,” ujar seorang analis valuta asing yang dikutip dari Reuters.
Selain faktor eksternal, tekanan terhadap rupiah juga datang dari dalam negeri. Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mengambil langkah intervensi untuk menahan laju pelemahan. Namun, langkah tersebut mungkin tidak cukup jika tekanan global masih tinggi.
Sektor keuangan dan pasar modal Indonesia juga ikut terdampak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan akibat pelemahan rupiah, dengan banyak investor asing memilih menarik dananya dari pasar saham domestik.
Tekanan terhadap rupiah semakin besar setelah harga komoditas global, terutama batu bara dan minyak sawit, mengalami penurunan. Kedua komoditas ini merupakan andalan ekspor Indonesia, dan pelemahan harga mereka semakin memperburuk defisit transaksi berjalan.