Rumor mengenai kemungkinan merger antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Grab kembali menghebohkan pasar. Isu ini kembali mencuat setelah berbagai spekulasi bermunculan di media, memicu reaksi dari investor dan pelaku industri teknologi di Indonesia.
Menanggapi kabar tersebut, Sekretaris Perusahaan GOTO, R.A Koesoemohadiani, menegaskan bahwa tidak ada perkembangan baru mengenai transaksi dengan Grab. Dalam keterbukaan informasi yang dirilis pada Rabu (19/3), ia mengklarifikasi bahwa perusahaan tetap berpegang pada pernyataan sebelumnya yang telah disampaikan pada 4 Februari 2025.
“Hingga saat ini tidak ada kesepakatan antara Perseroan dengan pihak manapun untuk melakukan transaksi sebagaimana telah diberitakan di media massa,” tegasnya. Pernyataan ini sekaligus menepis berbagai spekulasi yang beredar di pasar mengenai kemungkinan penggabungan dua raksasa teknologi tersebut.
Meski rumor merger terus berkembang, GOTO tetap fokus pada strategi pertumbuhan yang telah dirancang sebelumnya. Perusahaan menegaskan bahwa pencapaian operasional dan keuangan mereka tetap berjalan sesuai rencana, dengan berbagai inisiatif baru yang siap diluncurkan untuk memperkuat posisinya di pasar.
Dalam laporan keuangan terbaru, GOTO menunjukkan peningkatan kinerja yang signifikan. EBITDA yang disesuaikan melonjak 348% secara tahunan dan tumbuh 191% dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada kuartal keempat 2024, EBITDA perusahaan mencapai Rp399 miliar, sementara untuk keseluruhan tahun mencapai Rp386 miliar. Angka ini menjadi bukti nyata bahwa strategi efisiensi dan monetisasi yang dijalankan mulai membuahkan hasil.
Peningkatan EBITDA ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk efisiensi operasional, pertumbuhan transaksi di platform e-commerce dan ride-hailing, serta diversifikasi pendapatan dari layanan keuangan digital. Di tengah persaingan ketat dengan pemain lain seperti Grab dan Shopee, GOTO berhasil mempertahankan pertumbuhan yang solid.
Selain itu, GOTO juga terus mengembangkan ekosistem digitalnya dengan memperkuat layanan keuangan dan ekspansi produk di sektor logistik. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan loyalitas pengguna dan memperbesar pangsa pasar mereka di Indonesia dan Asia Tenggara.
Sementara itu, isu merger dengan Grab tidak hanya menjadi perhatian investor lokal, tetapi juga para pemegang saham global. Jika benar terjadi, penggabungan ini bisa menciptakan entitas teknologi terbesar di Asia Tenggara, dengan valuasi gabungan yang diperkirakan mencapai lebih dari USD 40 miliar. Namun, hingga kini belum ada indikasi konkret bahwa kesepakatan tersebut akan segera terwujud.
Sejumlah analis menilai bahwa merger antara GOTO dan Grab bisa menjadi langkah strategis untuk menghadapi tekanan dari kompetitor regional. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah regulasi serta integrasi bisnis yang kompleks, mengingat kedua perusahaan memiliki model operasi dan ekosistem yang cukup berbeda.
GOTO menegaskan bahwa kabar merger yang beredar saat ini tidak memiliki dampak negatif terhadap operasional mereka. “Berita yang beredar di media massa tidak berdampak merugikan terhadap kegiatan operasional dan kelangsungan usaha Perseroan,” ujar Koesoemohadiani.
Meski GOTO terus membantah adanya kesepakatan merger, pasar tampaknya masih menaruh ekspektasi tinggi terhadap kemungkinan ini. Saham GOTO sempat mengalami volatilitas akibat spekulasi yang berkembang, meskipun fundamental perusahaan tetap kuat.
Ke depan, GOTO diperkirakan akan terus melakukan ekspansi strategis, baik melalui kemitraan maupun inovasi layanan baru. Dengan fundamental yang semakin solid, perusahaan tampaknya lebih fokus pada pertumbuhan organik daripada mengandalkan merger besar untuk memperkuat posisinya di industri teknologi.
Akankah merger antara GOTO dan Grab benar-benar terjadi? Atau hanya sekadar spekulasi pasar yang tak kunjung terealisasi? Yang jelas, persaingan di sektor teknologi Asia Tenggara semakin ketat, dan langkah-langkah strategis dari para pemain besar akan terus menjadi sorotan utama.