Siapa bilang media sosial hanya untuk hiburan semata? Seiring dengan pertumbuhan pengguna internet membuat media sosial bukan hanya sebagai wadah manusia berjejaring namun lebih dari itu. Media sosial pun dapat mempengaruhi isu sosial.
Jika melihat dari isu politik Indonesia juga dunia, digital benar-benar memiliki pengaruh besar seperti Brexit di Inggris, gerakan 212 di Indonesia yang mobilisasinya juga melalui media sosial. Presiden Jokowi dan mantan presiden Amerika Serikat Obama juga menang disinyalir karena tim pemenangannya menggunakan media sosial sebagai media kampanye.
Romzy Ahmad, Wakil Ketua Umum Gerakan Nasional Literasi Digital mengatakan, tantangan untuk para generasi muda terutama di saat pandemi ini ialah bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan teknologi digital. Di saat yang sama juga mereka harus menyesuaikan diri dengan ketidaktentuan proses dalam hidup. Mereka yang mampu melakukan itu di dalam segala aktivitas baik bisnis, organisasi dan lainnya akan mampu bertahan.
“Saya yang dulunya aktivis menyadari ternyata kekuatan hastag atau tagar dalam media sosial lebih kuat dibanding demonstrasi berjilid-jilid,” ungkapnya pada kesempatan Webinar Literasi Digital di wilayah Kabupaten Garut, Rabu (2/6/2021).
Dia menambahkan, organisasi kepemudaan yang sudah ada sejak dulu namun mereka tidak dapat beradaptasi dengan dunia digital. Akhirnya sekarang tidak dapat berbuat apa-apa ketika pandemi, tidak banyak aktivitas yang dilakukan. Berbeda dengan social movement yang baru, berupa organisasi ataupun komunitas yang nyatanya dapat melakukan jauh lebih besar. Sebab, gerakan sekarang itu mereka rilis dengan teknologi digital. Keorganisasian pemuda atau kemahasiswaan yang sudah lama, bahkan mapan dan namanya lebih dikenal mulai terdisrupsi oleh kelompok baru
Romzy menyebut seperti kitabisa.com yang mengumpulkan uang lebih banyak dibanding Badan Amil Zakat Nasional ataupun propaganda yang dilakukan pemerintah. Gerakan anak muda yang didigagas oleh pemuda cakap teknologi ini memang luar biasa. “Indonesia Runners lebih bisa mengajak banyak orang untuk berlari daripada Kementerian Pemuda dan Olahraga,” sambungnya.
Hal tersebut dinamakan tata dunia baru dimana sesuatu yang sudah lama berdiri, biasanya dimiliki oleh status quo pemerintahan atau kelompok yang sudah lama itu perlahan terdisrupsi oleh kelompok baru yang berbasis digital seumur jagung itu.
Di media sosial, hal serius pun dapat dibuat lebih santai seperti kata-kata unik demonstran dapat dijadikan konten. Jika menarik dapat berbuah viral sehingga isu yang ingin dibawa pun menjadi diketahui banyak orang. Keramaian di media sosial seperti itu lebih besar kemungkinan mengubah kebijakan dibanding keramaian di dunia nyata.
Asisten staf ahli presiden ini menyebut ada teori soal micro donation. Di media sosial itu merupakan fasilitas untuk berpartisipasi dalam hal politik. Jadi, juka masyarakat ingin terlibat pada isu-isu politik, perubahan kebijakan kini semakin mudah hanya memberikan dominasi mikro berbentuk petisi online di change.org. “Kita tidak tahu tanda tangan kita yang hanya beberapa kali itu mungkin saja bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah,” tuturnya.
Lantas, jika media sosial ingin digunakan untuk membawa pesan yang berisi sebuah isu yang dibutuhkan ialah bagaimana cara komunikasi yang efektif agar pesan yang ingin dituju sampai kepada audien.
Oktora Irahadi founder Infina mengatakan, rata-rata perhatian orang di internet fokus pada 8 detik pertama. Namun semakin lama, terlebih saat iklan di YouTube semakin singkat. Kini di YouTube iklan hanya 5 detik sehingga sekarang kita bisa berpacu lagi, perhatian orang harus didapat dari dalam 5 detik.
“Pada 3 detik pertama kita dapat langsung pada intinya, sebuah punchline mungkin dapat mengejutkan atau hal lucu baru kemudian masuk ke konten,” jelasnya.
Pengguna internet di Indonesia menggunakan internet untuk hiburan. Bagaimana caranya kita membuat konten yang menghibur berupa hal lucu atau inspirasional. Untuk memasukkan nilai edukasi atau pesan sosial juga iklan dapat dikemas menghibur. Oktora juga menyebut, video merupakan King of content dari 1 video atau film dapat jadi banyak konten lainnya seperti meme, artikel, potongan cuplikan.
“Saya mengajak masyarakat Indonesia belajar lebih jauh soal pembuatan video kita sudah tahu bagaimana behavior dari para penikmat konten. Yuk buat video bisa jadi kita menjadi agen perubahan untuk Indonesia Makin cakap digital,” ucapnya bersemangat.
Sama seperti semangat Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam menyelenggarakan Webinar Literasi Digital. Kegiatan ini merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 bekerjasama dengan Siberkreasi. Literasi Digital dilakukan di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.