Menurut data APJIL 2020, jumlah pengguna internet di Indonesia melonjak tinggi. Bahkan lebih tinggi dari angka pertumbuhan penduduk Indonesia.
Data dari wearesocial juga menyebutkan rata-rata orang menghabiskan waktu menjelajah 8 jam 52 menit perharinya di semua perangkat. Selama lebih dari 3 jam untuk bersosial media dan 1 jam 38 menit membaca berita baik secara daring ataupun cetak.
Waktu yang cukup panjang di dunia digital ini sayangnya jarang dibarengi dengan literasi yang baik. Contoh sederhana ketika seseorang membuat akun dalam sosial media.
Sri Astuty Dosen Fisip ULM Banjarmasin mengungkapkan bahwa baiknya seseorang memiliki etika saat membuat akun sosial media. Seperti apakah etika yang baik, tentunya akun yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Gunakan identitas asli, gunakan foto sendiri, deskripsi biografi tulis dengan baik dan jelas, gunakan bahasa sopan dan santun, tidak menampilkan data pribadi, SARA, pornografi dan pornoaksi, serta kenali fitur-fitur di platform sosmed yang kita tuju. Ini adalah dasar yang harus kita terapkan,” ujar Sri.
Dengan demikian jika seseorang memberikan komentar memakai akun anonim atau dengan memakai foto orang lain, sebaiknya jangan dipercaya. Apalagi ketika akun tersebut memposting sebuah informasi. Akun-akun seperti itu harus dicurigai sebelum kita berinteraksi dengannya.
Hal tersebut pun didukung Vivid Sambas dari Mafindo. Karena dewasa ini informasi tersebar dengan liar di dunia digital. Tanpa filter yang ekstra dari diri sendiri maka kita akan mudah terpapar.
“Ada cara sederhana untuk periksa apakah berita tersebut hoax atau fakta. Pertama cek ke media kredible, googling saja ada nggak di media? Lalu bisa cek ke situs pencari fakta seperti cekfakta.com. Gabung ke grup FB Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), install aplikasi Hoax Buster Tool dan terakhir bisa cek ke WA Mafindo. Kita harus kritis,” jelasnya.
Namun jika kita terlalu malas untuk memeriksa apakah info tersebut fakta atau hoax, maka jangan teruskan ke orang lain. Ada baiknya tidak disebarluaskan ulang.
Martin Anugrah selaku Director & Creator Content Cameo Project juga berbicara mengenai budaya berdigital. Sebenarnya prinsipnya sama saja di dunia nyata dan kita bawa ke dunia digital. Namun seseorang harus lebih cakap di dunia digital karena mencakup lingkungan yang sangat luas, memiliki jejak digital dan tentu saja UU ITE.
Tentu saja banyak tantangan baru ketika dunia digital semakin berkembang. Semua orang bisa menyibukkan diri dan terus mengembangkan diri lewat digital. Namun terkadang sering bingung harus bagaimana mulai dari mana.
Dwi Wahyudi, Pengurus Wilayah Relawan TIK Indonesia pun memberikan tips anti nganggur yang bisa diterapkan dan dikembangkan dengan memanfaatkan digital. Arahan darinya adalah pertama tekadkan niat dan selalu berdoa kepada Sang Pencipta. Lalu belajar dan berlatih, karena banyak sekali kelas online yang bisa dihadiri dengan cuma-cuma.
“Jika yang di atas sudah lalu kembangkan diri sesuai keahlian. Jangan lupa pelajari potensi dan berbagai referensi dan literasi, belajar bahasa asing minimal pasif. Keterampilan public speaking jadi opsi juga dan rajin bersosialisasi, mencari jejaring atau relasi. Semua bisa didapat di internet dengan gratis asal ada kemauan,” tutur Dwi.
Key Opinion Leader Indi Arisa juga menambahkan pengalamannya di dunia digital. Bukan berarti karena kehidupan kita hanya terlihat dari layar saja, bisa eenaknya melakukan apapun.
“Buang jauh-jauh pikiran ketika di digital kita bisa jadi apa saja dan seenaknya. Itu tidak benar. Karena kita bisa jadi ketemu mereka di dunia nyata. Orang-orang yang lihat konten kita. Mentang-mentang di internet lalu komen nggak bagus nyakitin orang lain. Nggak usahlah kayak gitu. Please be careful,” tutup Indi.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital digelar di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia. Acara ini digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi. Ada empat pilar digital yang mereka tekankan yaitu kemampuan digital, keamanan digital, etika digital dan budaya digital.