Melawan hoax adalah hal yang harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Apalagi penyebaran hoax sangatlah cepat dan sulit dikendalikan. Bisa melalui media sosial apa saja, dari mulai media sosial publik seperti Facebook, Instagram, Twitter dan sebagainya dan juga media tertutup seperti WhatsApp, Telegram dan sejenisnya.
Bahkan Ari Budi Wibowo dari Siberkreasi menyebutkan penyebaran berita hoax kecepatannya melebihi penyebaran virus Covid 19. Bahkan hoax tentang sang virus pun sulit sekali dicegah. Hilang satu muncul seribu.
“Sederhananya menurut data Kominfo ada total penemuan isu hoax tentang Covid 19 ada 1.642 kasus dan penyebarannya mencapai 3.551 sementara 113 kasus masuk ke jalur hokum. Penyebaran tertinggi melalui Facebook, disusul Twitter, YouTube dan kemudian Instagram,” jelas Ari dalam pemaparannya.
Media sosial masih menjadi sumber utama mendapatkan informasi begitu juga hoax. Ada yang memang salah, namun ada juga yang sengaja dibuat berniat merugikan. Berita salah itu seperti konten yang menyesatkan atau salah informasi. Sementara berita yang salah dan juga merugikan biasanya dari konteksnya yang salah, konten tiruan, manipulasi dan rekaan.
Sementara konten yang memang niat merugikan biasanya bersifat mal-informasi. Berita yang dibuat hanya sepenggal-sepenggal saja tanpa detail. Bocoran singkat, pelecehan yang hanya intro saja, ujaran kebencian. Biasanya hoax maca mini dibuat dari konten lengkap yang kemudian dipotong bagian tertentu dan dibumbui caption provokatif.
Yang perlu diingat dan masih kurang literasi adalah jejak digital kita terekam selamanya. Mungkin saat ini tidak merugikan namun suatu saat nanti bisa jadi boomerang.
Ketimbang menyebarkan berita hoax, Leviane Lotulung dari JAPELIDI dan Kaprodi ilmu komunikasi Universitas Sam Ratulangi Manado memaparkan apa yang terjadi di dunia digital memperlihatkan diri kita di kehidupan nyata. Posting atau pembicaraan kita akan terkait satu dan lain tetap ada etisnya. Dunia digital refleksi kehidupan kita sehari-hari.
“Jadikan ruang digital sebagai praktik berbudaya dalam aktivitas sehari-hari. Sebarkan konten positif, wujudkan cinta Tanah Air, promosikan gaya hidup berkualitas, saling menghargai, santun dan bermartabat, menguatkan harmoni dan kebersamaan serta ciptakan ruang diskusi yang sehat,” tutur Leviane.
Webinar Literasi Digital ini merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Literasi Digital Nasional 2021. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia Kegiatan ini diprakarsai Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemkominfo RI) bersama Sinerkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada tahun 2024.
Webinar Literasi Digital di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (7/6/2021) dimulai pukul 09.00 WIB dilakukan secara virtual menggunakan platform Zoom. Acara yang berlangsung selama sekitar 3 jam tersebut menghadirkan Giri lukmanto (Mafindo) berbicara tentang cakap bermedia sosial, Leviane Lotulung (Jaringan Pegiat Literasi Digital – JAPELIDI) tentang membumikan Pancasila lewat media digital, Fakrullah Maulana (Pengurus Pusat RTIK Indonesia) tentang phishing dan bagaimana cara menghindarinya serta KOL Novi Andriati yang berbagi pengalamannya. Acara ini dipandu Moderator Puti Shasty.