Konten negatif tersebar di seluruh penjuru dunia digital seperti hoaks, ujaran kebencian, pornografi, kekerasan berbasis gender secara online, radikalisme, perjudian, penipuan malware/phishing.
Adanya konten digital terjadi karena di dunia digital pengguna internet dapat berpura-pura menjadi orang lain atau menyembunyikan identitas. Sehingga bebas melakukan atau membuat konten negatif. Jika melakukan suatu hal yang negatif tidak akan ketahuan atau terkena langsung dampaknya. Maka ada konten negatif ini karena ada orang-orang yang sengaja memanfaatkan keuntungan sendiri.
Data menunjukkan kekerasan berbasis gender secara online meningkat selama pandemi dari 126 di tahun 2019 menjadi 510 kasus sepanjang 2020. Mafindo juga sudah mengecek fakta atau mengklarifikasi sebanyak 2298 hoaks sepanjang 2020. Meningkat dari 1221 hoaks di tahun 2019.
Nuril Hidayah, Ketua Komite Litbang Mafindo pada kesempatan Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/6/2021) mengatakan, semakin banyak tantangan dalam bermedia digital. Warganet sudah jauh dari nilai-nilai kebangsaan dan jarang membanggakan produk sendiri, dalam segi perilaku netizen masih tidak sopan. Mereka juga menampilkan budaya toleransi yang rendah atau masih sulit menerima perbedaan. Untuk dirinya sendiri tidak memiliki batasan privasi dan melakukan pelanggaran hak cipta.
“Sebenarnya kita punya bekal untuk menghadapi tantangan itu yaitu budaya Pancasila yang dapat diambil nilai-nilainya untuk bersosialisasi di ruang digital,” ungkapnya. Seperti menghargai perbedaan, menyamaratakan semua masyarakat mencintai kebudayaan dan produk lokal serta menghargai kebebasan berpendapat orang lain.
Bekal tantangan bermedia digital juga ada pada Bhinneka Tunggal Ika. Bagaimana perbedaan di negara ini sebenarnya harus bisa menjadi bekal untuk bisa menghargai perbedaan juga di ruang digital.
Apakah itu sulit setiap aktivitas di ruang digital berdasarkan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika? Nuril menjawab, sebenarnya mudah saja, yakni dengan mendukung peran keberagaman-keberagaman, memprioritaskan cara demokrasi, mengutamakan Indonesia dan menginisiasi cara kerja gotong royong.
Membuat konten positif dengan menampilkan kebudayaan Indonesia seperti yang dilakukan Weird Jenius lagu ‘Lathi’ yang terdapat unsur musik daerah sudah mendunia ditonton ratusan juta kali serta diulas banyak pengamat musik dunia. Ada juga DJ Alvi yang baru berapa bulan sudah jutaan viewersnya dia membuat konten medley lagu daerah disatukan dengan musik EDM.
Kegiatan lain yang diinisiasi musisi senior Trie Utami, upaya untuk merekonstruksi alat musik yang ada di candi Borobudur. Suatu hal yang dapat kita angkat konten budaya Indonesia ke ruang digital.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/6/2021) ini juga menghadirkan pembicara Dicky Renaldi (Kreator di Siberkreasi), Devie Rahmawati (Dosen vokasi Universitas Indonesia), Rizky Ardi Nugroho (Podcaster), dan Yohana Djong seorang Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.