Ruang digital ialah perwakilan dunia nyata juga ruang berkomunikasi tanpa tatap muka. Karena tidak bertatap muka inilah kita jadi harus menguatkan beberapa hal. Seperti ketika membuat konten berupa tulisan, maka cara kita berbahasa sangat dinilai di ruang digital. Ruang digital sebagai media pencarian dan penyebaran informasi yang paling efektif dan tempat berkreasi.
Realita tak terpisahkan di era informasi makanya ketika di kehidupan nyata kita harus punya etika, sopan santun terhadap atasan, teman yang baru kenal sekalipun kekasih. Mereka yang masih tidak sopan atau berperilaku buruh di ruang digital berarti membedakan antara dua ruangan ini.
Kis Uriel seorang Storyteller mengibaratkan ruang digital itu seperti jalan raya gimana. Kita mungkin tidak kenal siapa mobil depan kita, siapa motor yang lewat di kanan-kiri kita, siapa nama pedagang yang menghampiri. Mungkin ada yang naik sepeda kita, jalan kaki, kita nggak kenal dan mereka itu semua orang yang berada di jalan raya itu bersama kita memiliki satu sisi yang sama yaitu mereka dan kita ingin mencapai tujuan dengan selamat dan cepat.
“Semua yang ada di jalan raya itu harus mematuhi peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis. Supaya jalan raya tetap kondusif untuk kita dan orang lain. Maka harus saling menjaga saling, saling mematuhi peraturan supaya lancar. Ketika ada yang tidak mematuhi peraturan tersebut maka terjadilah kemacetan, kecelakaan atau mungkin kesalahpahaman. Kesalahpahaman yang lain itu juga yang terjadi di dalam ruang digital kita harus punya etika,” jelasnya dalam Webinar Literasi Digital Nasional 2021 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/7/2021).
Etika digital dilakukan saat kita merespon, membuat konten yang menginspirasi yang positif, berbalas pesan di email, menanggapi di kolom reply. Bagaimana kita menyapa orang secara pribadi ataupun umum itu membutuhkan etika.
Pria yang juga seorang trainer komunikasi ini menegaskan, konten dalam bentuk apapun video, caption untuk postingan video di Instagram, cuitan dengan segala lintas platform itu adalah perwakilan diri sendiri yang orang akan nilai.
“Jangan merasa semaunya tetapi ketika dinilai buruk malah marah. Jika yang ditampilkan buruk sesuatu yang buruk menjadi persepsi orang. Karena selalui berhadapan dengan manusia terus-menerus. Mereka akan terus dinilai, selama bersinggungan dengan manusia berarti ada aturan-aturan sosial yang harus dipatuhi bersama jika tidak ada konsekuensi yang akan menunggu yang memberikan sanksi untuk kita semua disini aja di ruang digital,” ungkapnya.
Bahasa sopan santun adalah alat tukar sekaligus faktor pembeda karena masih banyak yang belum paham literasi digital, minat baca juga buruk. Sehingga kemampuan menelaah dan menganalisis suatu konten yang juga masih buruk. Berbahasa baik dan benar menjadi kewajiban. Untuk siapa? Untuk tatanan hidup, untuk pertemanan, kelancaran bisnis, rasa kepercayaan konsumen untuk warga digital lainnya.
Lebih teknis dijelaskan seperti apa berbahasa yang baik dan benar. Coba saat ingin berinteraksi dengan orang di ruang digital dahulukan kalimat sapa, jangan langsung menyebut nama. Ketika ingin menulis caption untuk postingan, verifikasi kebenaran kalimat, ejaan tanda baca. Jika ada yang tidak yakin dapat dicari di internet.
“Perbaharui kosakata baru lewat mesin pencarian. Hindari penyingkatan kata secara tulisan. Mengunduh aplikasi KBBI sebagai acuan, jangan lupa mengucapkan terima kasih di setiap akhir percakapan berbahasa yang baik tidak selalu harus dilakukan formal,” tambahnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Ismail Tajiri, (Ketua RTIK Sukabumi), Komang Triwerthi (Dosen STIMIK Primakara), Aris S. Ripandi (RTIK Indonesia) dan drg. Anwina Pradini sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.