Pada tahun 2018-2019 gerakan literasi digital itu sempat dikritik oleh pemerintah karena hasil riset Siberkreasi yang mengatakan bahwa generasi muda Indonesia mendapat pengetahuan ilmu tentang penggunaan teknologi dan media digital itu secara otodidak.
Sebagian besar mayoritas ilmu yang mereka dapatkan dari hasil mereka mencari sendiri. Tidak ada peran keluarga bahkan sekolah sehingga mengapa Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) ini harus digaungkan kembali.
Hal itu disampaikan, Catur Nugroho, Koordinator divisi riset gerakan nasional literasi digital Siberkreasi 2017-2019. Catur yang menggawangi survei tersebut, maka dia sangat senang dan bersyukur ketika tahun ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Siberkreasi secara sangat masif melaksanakan Webinar sebagai salah satu program GNLD meskipun di tengah pandemi.
“Di tengah pandemi ini juga saya menggunakan untuk lebih produktif. Saya meluncurkan sebuah buku sama dengan teman-teman penggiat literasi digital berjudul ‘Dinamika Komunikasi dalam pandemi Covid-19’. Buku ini membahas salah satu sub nya mengenai literasi digital tentang gangguan dan kekacauan informasi yang ada di ranah digital,” ungkapnya saat Webinar Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/7/2021).
Pada edukasi literasi digital juga tidak henti-hentinya menyuarakan agar masyarakat digital Indonesia ini lebih beretika di dunia maya. Mengapa harus beradab? Sebab sebagai manusia kita memiliki kebiasaan, tingkah laku dari lahir hingga dapat berinteraksi bersosialisasi dengan lingkungan, membentuk sebuah kebiasaan. Kemudian diarahkan dalam konsep yang baik, benar, buruk atau salah prinsip-prinsip itu muncul yang namanya etika.
“Seharusnya etika itu harusnya lebih dulu sebelum kita menguasai digital. Menguasai perangkat elektronik yang tersambung dengan internet. Sehingga tidak perlu terjadi masyarakat Indonesia di dunia digital terkenal sebagai netizen yang paling tidak sopan di Asia Pasifik,” ungkapnya
Padahal ketika di dunia nyata itu tidak terjadi berarti ada sesuatu yang salah pada pemahaman atau konsep dari masyarakat yang mencoba masuk dunia internet ini. Hal seperti itu yang harusnya disadari, ketika melihat sesuatu kemudian kita memiliki pendapat tapi harus dipikirkan lagi apakah pendapat itu perlu disampaikan atau tidak.
“Hal itu yang kita sadari merupakan bagian dari etika, penting atau tidak untuk disampaikan. Misalnya, ketika kita ingin membuat meme, apakah itu pantas atau tidak, apakah beradab atau tidak. Ketika di-publish beretika atau tidak,” jelas dosen Telkom University ini.
Intinya, etika digital ini bagaimana kita bersosialisasi di ruang digital ini dengan perilaku yang aman dan bertanggung jawab. Aman yakni dapat menjaga jejak digital kita untuk masa depan dan bertanggung jawab untuk masa kini karena kita harus tahu risiko langsung apa yang kita hadapi terhadap perilaku di dunia digital.
Webinar GNLD 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan KemenKomInfo bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Arnidah (Universitas Negeri Makassar), Ginna Desiana (RTIK Jawa Barat), Didin Hafidhuddin (Founder Gmath Indonesia) dan Amanda Karina Putri sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.