Ketika masuk ke dunia digital, kita berada di dalam satu Kampung Global atau Global Village. Kampung itu maksudnya kita berada di dalam satu ruangan tempat berinteraksi tapi melalui media. Kampung global ini mempersempit jarak, waktu dan ruang. Lalu kita juga tergabung dalam virtual community salah satu yang familiar adalah adanya media sosial.
Itu salah satu ciri dari relasi virtual kita saling berinteraksi memberikan komentar, memposting sesuatu. Ada hasrat psikologis berupa hasrat menunjukkan kenarsisan lewat status yang kita posting, cara baru untuk berinteraksi makanya kita tergabung dengan virtual community termasuk dalam konteks kenegaraan.
Kita di dunia digital juga mengalami connective action, apakah itu? Ridwan Rustandi dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung mencontohkan, saat mengisi sebuah petisi online mengenai isu lingkungan, politik, kekerasan terhadap perempuan gender apapun itu. Petisi online merupakan connective action yang berawal gerakan itu berasal dari ruang virtual tapi ternyata memobilisasi orang-orang banyak dalam dunia offline.
“Aplikasi change.org yang menjadi tempat untuk bersuara warga offline dan online, ini adalah salah satu ciri dari collective action dalam ruang kenegaraan. Maka sekarang juga ada istilah citizenship netizenship,” jelasnya di webinar Gerakan Nasional Literasi Digital di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (5/8/2021).
Citizenship itu warga dari sebuah negara kalau netizenship ini sudah tidak ada pada suatu negara mereka bersatu di dunia digital atau menjadi warganet. Pada saat kita tergabung dalam satu komunitas kita sudah berasa dan menjadi bagian dari netizen, tetapi bagi mereka yang tidak terliterasi digital, netizen merasa bebas karena tidak bertemu secara langsung.
Sehingga yang mereka lakukan, posting semaunya, bebas berkomentar padahal ada batasan-batasan yang justru batasan-batasan itu kalau kita langgar akan membawa pada sesuatu yang berbahaya.
“Sampai disebut maha benar netizen dengan segala komentarnya, bebas menghina memaki, memaki ada orang yang populer gara-gara netizen tidak jarang juga popularitasnya turun drastis gara-gara omongan netizen,” ujar relawan TIK Kabupaten Bandung ini.
Dalam konteks negara kita mengalami apa yang disebut dengan cyber democracy, untuk demokrasi dalam konteks kenegaraan dilakukan dalam ruang-ruang digital. Bagi generasi milenial saat ini partisipasinya tinggi untuk partisipasi demokrasi mereka sekarang berada di ruang digital. Bagi sebagian kalangan berdemokrasi di ruang digital itu dianggap lebih efektif dan efisien berkaca pada petisi online dan sebagainya.
Pakar komunikasi pun menyebut, berkomunikasi demokrasi itu cara komunikasi generasi ketiga, generasi Z yang tidak pernah tahu seperti apa platform partai politik terdahulu. Namun tiba-tiba mereka dihadapkan pada kontestasi politik di ruang digital pemilihan gubernur atau presiden kampanye dilakukan di ruang digital dan itu terasa bentuk pengaruhnya terhadap generasi muda.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (5/8/2021) siang, juga menghadirkan pembicara Stefany Anggriani (Make-up Influencer), Dudi rustandi (Dosen Telkom University), Fhassi Anfiqi, (Interior Design Consultant Company), dan Inayah Khairunisa sebagai Key Opinion Leader.