Sebagai masyarakat dan bagian dari makluk sosial, kita perlu mengenal etika dan etiket yang ternyata berbeda. Etika merupakan sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menatur tingkah lakunya.
Etika ini juga berlaku meskipun individu sedang sendirian. Sedangkan etiket ialah tata cara individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat. Misalnya masyarakat Sunda ingin berkomunikasi dengan masyarakat Bali harus memakai etiket dan norma-norma yang disepakati bersama.
Sekarang ada lagi Netiket singkatan dari Netizen Etiket ialah tata krama dalam menggunakan internet. Kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain. Jadi sering ketika masyarakat menggunakan internet yang membalas pesan ialah bukan manusia atau robot.
“Penghuni media digital juga manusia yang memiliki perasan, pemikiran, cara pandang berbeda. Maka kita harus menyadari bukan sekedar derentan karakter huruf di layar monitor namun dengan karakter manusia sesungguhnya,” jelas Mario Devys, Divisi Sumber Daya Manusia Relawan TIK Indonesia saat menjadi narasumber dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/8/2021).
Urgensi netiket bagi para warga digital ialah karena berinteraksi dengan sesama manusia, maka ikutilah aturan seperti di dalam dunia offline. Pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa, budaya dan adat istiadat.
“Kita saat di ruang digital harus mengungkapkan jati diri kita, tidak hidup dalam anonymous. Bermunculan fasilitas di internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis atau tidak etis,” ungkapnya.
Contoh pelanggaran netiket yang baru saja terjadi saat sidang tahunan DPR MPR, Presiden Joko Widodo mengenakan pakaian adat dari Jawa Barat tepatnya Suku Baduy di Banten. Ada warga digital yang mengomentari yang tidak pantas di Twitter. Dia mengatakan Jokowi cocok menggunakan pakaian itu hanya perlu membawa madu dan jongkok di pinggir jalan. Dalam hitungan jam tweet dia viral di media sosial dan kemudian dia yang ternyata berprofesi sebagai wartawan media online meminta maaf kepada masyarakat adat.
“Karena ini menyangkut etika jadi hukuman yang berlaku dari masyarakat langsung. Dan saya melihat hukuman dari masyarakat itu jauh lebih keras daripada hukum berdasar UU. Sangsi sosial langsung diterapkan, dalam hitungan jam diapun mengundurkan diri dari media tersebut dan banyak organisasi wartawan yang turut berkomentar. Itulah pentingnya memahami netiket,” ungkapnya.
Pernyataan yang seperti itu, tambah Mario akan berdampak kekacauan di dalam masyarakat adat, perwakilan suku Baduy akan protes dan mengadakan protes secara langsung kepada yang bersangkutan. Akibat salah mengunggah jokes, jokes yang mungkin harusnya dia katakan secara personal malah disampaikan di status yang siapasaja orang dapat membaca. Ketika kita melakukan hal hal seperti ini akan abadi, cuitan asli sudah tidak ada namun tangkapan layar dari para netizen dan berita online akan abadi akan selalu ada dan menjadi ingatan orang-orang.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/8/2021), juga menghadirkan pembicara Stefany Anggriani (Beauty & Makeup Influencer), Komang Triwerthi (Dosen STMIK Primakara), Ismita Saputri (founder Kainzen Room), dan Almira Vania sebagai Key Opinion Leader.