Penggunaan internet untuk kegiatan belajar siswa usia 5-24 tahun terus meningkat. Pada tahun 2020 ada 59,33% siswa yang menggunakan internet. Angka ini tumbuh pesat dari 33,98% pada 2016. Menurut jenjang pendidikan, peningkatan penggunaan internet terjadi pada semua jenjang pendidikan terutama SD. Dalam kurun waktu dua tahun, siswa SD yang mengakses internet meningkat menjadi 35,97% pada 2020 dari sebelumnya 16,64% pada 2018.
Yang harus dimiliki orang dewasa di sekeliling anak-anak terutama pendidik ialah kecakapan digital. Ruang kelas berpindah kegenggaman, kelas tidak lagi hanya datang kemudian belajar. Namun banyak yang harus dipersiapkan bagaimana sinyal, kontennya menarik atau tidak, dan kemampuan public speaking juga penting. Kemampuan public speaking kita harus bagus karena ruang kelas hanya di dunia layar.
Citra Rosalyn Anwar, Dosen Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Makassar mengatakan dia berperan sebagai pendidik dan orang tua, sehingga tahu apa yang diinginkan orang tua dan apa yang harus dilakukan pendidik.
Sebenarnya sebelum pandemi ruang kelas juga sudah ada dalam genggaman misalnya beberapa aplikasi yang menyediakan ruang kelas seperti Google for education, Rumah Belajar dari Kemdikbud dan ruang guru. Tapi kenyataannya pintu masuknya ada di sini di WhatsApp, Zoom, YouTube dan media sosial lainnya. Apakah itu menjadi sesuatu yang negatif? Dengan tegas Citra menjawab tidak.
“Bagi saya sebagai pendidik dan orang tua yang harus dipahami adalah yang penting kontennya tercukupi. Penting proses pembelajarannya berjalan dengan baik, proses pendidikan itu ada terjadi dan benar, mau pakai WhatsApp, Google, Zoom, YouTube sama saja yang utama adalah harus paham dulu aksesnya Bagaimana syarat dan ketentuannya. Bagaimana harus mengetahui syarat dan ketentuannya ketika kita menyetujui menggunakan aplikasi tersebut, kita tahu apa saja data yang kita izinkan untuk diketahui,” ungkapnya di webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis (26/8/2021).
Begitu juga saat memiliki gawai bukan dilihat dari canggihnya tapi kebermanfaatannya begitu juga dengan aplikasi kita mengunduh itu sesuai dengan manfaat dan kita paham mengenai aplikasi tersebut. Instagram atau Tiktok silahkan menjadi media pembelajaran asal kita paham cara menggunakannya, membuat kontennya seperti apa, paham akses syarat ketentuan dan metode akses seperti apa. Teknologi itu adalah alat bagaimana kita mengelolanya, bagaimana kita sebagai pendidik dan orang dewasa yang ada di sekitar anak-anak.
Cakap digital yang paling dasar ialah mampu mengerti dan benar menentukan teks, simbol, suara dan gambar. Bagaimana kita bisa memahami huruf, tanda baca, makna simbol dan izin siapa yang lawan bicara kita santun dan identitas kita. Jangan sampai salah menggunakan emoticon.
Pendidik atau orang tua harus dapat mencontohkan seperti apa memiliki kecakapan dalam menggunakan gawai dalam berinternet dengan memiliki kecakapan dasar dengan perangkat. Kita bisa mengaplikasikan ponsel pintar dan gawai lainnya maupun laptop dan sebagainya.
“Memberi contoh bukan melarang seperti tidak melakukan komentar-komentar negatif di status orang. Kita harus memposting sesuatu yang positif. Memiliki pemahaman tentang berbagai aplikasi pendidikan yang dapat mereka akses untuk belajar sehari-hari,” ujar pengurus Japelidi ini.
Pendidik diminta untuk kreatif kritis dan inovatif dalam membuat konten, mengedit foto atau mengedit video sehingga dapat membuat pembelajaran untuk anak menjadi menyenangkan dengan konten-konten yang mereka sukai agar semangat belajar. Anak-anak juga diberi pemahaman untuk memahami kendala berinternet seperti jaringan yang lemot ataupun saat baterai habis harus diisi ulang. Jangan lupa juga untuk memberitahukan mereka dampak negatif dan positif dari internet serta apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan di ruang digital.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar juga menghadirkan pembicara Dewi Tresnawati (Relawan TIK Indonesia), Virginia Aurelia (divetolive.id), Ismita Saputri (pengusaha, podcaster, dosen) dan Aflahandita sebagai Key Opinion Leader